BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Persalinan
sering kali mengakibatkan perlukaan jalan lahir. Luka-luka biasanya ringan,
tetapi kadang-kadang terjadi juga luka yang luas dan berbahaya. Setelah
persalinan harus selalu dilakukan pemeriksaan vulva dan perinium. Pemeriksaan
vagina dan serviks dengan spekulum perlu dilakukan setelah pembedahan
pervaginam.
Sebagai akibat persalinan, terutama pada
seorang primipara, bisa timbul luka pada vulva di sekitar introitus vagina yang
biasanya tidak dalam akan tetapi kadang-kadang bisa timbul perdarahan banyak,
khususnya pada luka dekat klitoris.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah
“bagaimana tinjauan mengenai robekan jalan lahir baik dari segi pengertian,
etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, penatalaksanaan, serta asuhan
keperawatan.
C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah mengenai tinjauan
mengenai robekan jalan lahir baik dari segi pengertian, etiologi, tanda dan
gejala, patofisiologi, penatalaksanaan, serta asuhan keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Landasan Teori
1. Pengertian
Perdarahan dalam keadaan dimana
plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa
perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir. Perlukaan jalan lahin
terdiri dari :
a. Robekan Perinium
Robekan perineum terjadi pada hampir
semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya.
Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengan dan bisa menjadi luas apabila
kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa,
kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar
daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika.
Perinium merupakan kumpulan berbagai
jaringan yang membentuk perinium (Cunningham,1995). Terletak antara vulva dan
anus, panjangnya kira-kira 4 cm (Prawirohardjo, 1999). Jaringan yang terutama
menopang perinium adalah diafragma pelvis dan urogenital. Diafragma pelvis
terdiri dari muskulus levator ani dan muskulus koksigis di bagian posterior
serta selubung fasia dari otot-otot ini. Muskulus levator ani membentuk sabuk
otot yang lebar bermula dari permukaan posterior ramus phubis superior, dari
permukaan dalam spina ishiaka dan dari fasia obturatorius.
Serabut otot berinsersi pada
tempat-tempat berikut ini: di sekitar vagina dan rektum, membentuk sfingter
yang efisien untuk keduanya, pada persatuan garis tengah antara vagina dan
rektum, pada persatuan garis tengah di bawah rektum dan pada tulang ekor.
Diafragma urogenitalis terletak di sebelah luar diafragma pelvis, yaitu di
daerah segitiga antara tuberositas iskial dan simpisis phubis. Diafragma
urogenital terdiri dari muskulus perinialis transversalis profunda, muskulus
konstriktor uretra dan selubung fasia interna dan eksterna (Cunningham, 1995).
Persatuan
antara mediana levatorani yang terletak antara anus dan vagina diperkuat oleh
tendon sentralis perinium, tempat bersatu bulbokavernosus, muskulus perinialis
transversalis superfisial dan sfingter ani eksterna. Jaringan ini yang
membentuk korpus perinialis dan merupakan pendukung utama perinium, sering
robek selama persalinan, kecuali dilakukan episiotomi yang memadai pada saat
yang tepat. Infeksi setempat pada luka episiotomi merupakan infeksi masa
puerperium yang paling sering ditemukan pada genetalia eksterna. Luka perinium
adalah perlukaan yang terjadi akibat persalinan pada bagian perinium dimana
muka janin menghadap (Prawirohardjo S,1999).
Luka perinium, dibagi atas 4 tingkatan :
Tingkat I :
Robekan hanya pada selaput lender vagina dengan atau tanpa mengenai kulit
perinium.
Tingkat II :
Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perinea transversalis, tetapi
tidak mengenai spingter ani.
Tingkat III : Robekan mengenai
seluruh perinium dan otot spingter ani.
Tingkat IV : Robekan sampai mukosa
rektum.
b. Robekan Serviks
Robekan serviks paling sering terjadi pada jam 3 dan
9. bibir depan dan bibir belakang servik dijepit dengan klem fenster
kemudian serviks ditariksedidikit untuk menentukan letak robekan dan ujung
robekan. Selanjutnya robekan dijahit dengan catgut kromik dimulai dari ujung
untuk menghentikan perdarahan.
c. Rupture Uteri
Ruptur uteri
merupakan peristiwa yang paling gawat dalam bidang kebidanan karena angka
kematiannya yang tinggi. Janin pada ruptur uteri yang terjadi di luar rumah
sakit sudah dapat dipastikan meninggal dalam kavum abdomen. Ruptura uteri masih
sering dijumpai di Indonesia karena persalinan masih banyak ditolong oleh
dukun. Dukun sebagian besar belum mengetahui mekanisme persalinan yang benar,
sehingga kemacetan proses persalinan dilakukan dengan dorongan pada fundus
uteri dan dapat mempercepat terjadinya rupturauteri.
Menurut Sarwono Prawirohardjo pengertian ruptura uteri
adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akiat dilampauinya daya regang
mio metrium. Penyebab ruptura uteri adalah disproporsi janin dan panggul,
partus macet atau traumatik. Ruptura uteri termasuk salahs at diagnosis banding
apabila wanita dalam persalinan lama mengeluh nyeri hebat pada perut bawah,
diikuti dengan syok dan perdarahan pervaginam. Robekan tersebut dapat mencapai
kandung kemih dan organ vital di sekitarnya.
Resiko infeksi sangat tinggi dan angka kematian bayi
sangat tinggi pada kasus ini. Ruptura uteri inkomplit yang menyebabkan hematoma
pada para metrium, kadang-kadang sangat sulit untuk segera dikenali sehingga
menimbulkan komplikasi serius atau bahkan kematian. Syok yang terjadi
seringkali tidak sesuai dengan jumlah darah keluar karena perdarhan heat dapat
terjadi ke dalam kavum abdomen. Keadaan-keadaan seperti ini, sangat perlu untuk
diwaspadai pada partus lama atau kasep.
Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding
rahim akibat dilampauinya daya regang miomentrium. ( buku acuan nasional
pelayanan kesehatan maternal dan neonatal ). Rupture uteri adalah robeknya
dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam persalinan dengan atau tanpa
robeknya perioneum visceral. ( Obstetri dan Ginekologi ).
Ruptur uteri dapat dibagi menurut beberapa cara :
1) Menurut waktu terjadinya
a) Rupure uteri Gravidarum terjadi Waktu
sedang hamil, Sering lokasinya pada korpus
b) Rupture uteri Durante Partum terjadi
Waktu melahirkan anak, Ini yang
terbanyak
2) Menurut lokasinya:
a) Korpus uteri, ini biasanya terjadi
pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi seperti seksio sesarea klasik (
korporal ), miemoktomi.
b) Segmen bawah rahim ( SBR ), ini
biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama tidak maju, SBR tambah lama
tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur uteri yang sebenarnya.
c) Serviks uteri ini biasanya terjadi
pada waktu melakukan ekstraksi forsipal atau versi dan ekstraksi sedang
pembukaan belum lengkap
d) Kolpoporeksis, robekan-robekan di
antara serviks dan vagina
3) Menurut robeknya peritoneum
a) Ruptur uteri Kompleta : robekan pada
dinding uterus berikut peritoneumnya ( perimetrium ) ; dalam hal ini terjadi
hubungan langsung antara rongga perut dan rongga uterus dengan bahaya
peritonitis
b) Ruptur uteri Inkompleta : robekan
otot rahim tanpa ikut robek peritoneumnya. Perdarahan terjadi subperitoneal dan
bisa meluas ke liglatum
4) Pembagian rupture uteri menurut
robeknya dibagi menjadi :
a) Ruptur uteri kompleta
·
Jaringan
peritoneum ikut robek
·
Janin
terlempar ke ruangan abdomen
·
Terjadi
perdarahan ke dalam ruangan abdomen
·
Mudah terjadi
infeksi
b) Ruptura uteri inkompleta
·
Jaringan
peritoneum tidak ikut robek
·
Janin tidak
terlempar ke dalam ruangan abdomen
·
Perdarahan
ke dalam ruangan abdomen tidak terjadi
·
Perdarahan
dapat dalam bentuk hematoma
2. Etiologi
a. Robekan perinium
Umumnya terjadi pada persalinan
1) Kepala janin terlalu cepat lahir
2) Persalinan tidak dipimpin
sebagaimana mestinya
3) Jaringan parut pada perinium
4) Distosia bahu
b.
Robekan
serviks
1) Partus presipitatus
2) Trauma krn pemakaian alat-alat
operasi
3) Melahirkan kepala pada letak
sungsang secara paksa, pembukaan belum lengkap
4) Partus lama
c. Ruptur Uteri
1) riwayat pembedahan terhadap fundus
atau korpus uterus
2) induksi dengan oksitosin yang
sembarangan atau persalinan yang lama
3) presentasi abnormal ( terutama
terjadi penipisan pada segmen bawah uterus ). ( Helen, 2001 )
4) panggul sempit
5) letak lintang
6) hydrosephalus
7) tumor yg menghalangi jalan lahir
8) presentasi dahi atau muka
3. Patofisiologi
a. Robekan Perinium
Robekan perineum terjadi pada semua
persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan
ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul
dilalui oleh kepala janin dengan cepat, sebaliknya kepala janin yang akan lahir
jangan ditahan terlampau kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan
pendarahan dalam tengkorok janin, dan melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar
panggul karena diregangkan terlalu lama.
Robekan perineum umumnya terjadi digaris
tengah dan bias menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut
arkus pubis lebih kecil dari pada biasa sehingga kepala janin terpaksa lahir
lebih ke belakang daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul
dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito-bregmatika,
atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginial.
b. Robekan Serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan
serviks, sehingga serviks seorang multiparaberbeda daripada yang belum pernah
melahirkan per vaginam. Robekan serviks yang luas mengakibatkan perdarahan dan
dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak
berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus berkontraksi baik,
perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri.
c. Rupture Uteri
1) Ruptura uteri spontan
a) Terjadi spontan pada sebagian besar
pada persalinan
b) Terjadi gangguan mekanisme
persalinan sehingga menimbulkan ketegangan segmen bawah rahim yang berlebihan
2) Ruptur uteri trumatik
a) Terjadi pada persalinan
b) Timbulnya ruptura uteri karena
tindakan seperti ekstraksi farsep, ekstraksi vakum, dll
3) Rupture uteri pada bekas luka uterus
Terjadinya spontan atau bekas seksio sesarea dan bekas operasi pada uterus.
4. Tanda dan Gejala
a. Robekan jalan lahir
Tanda dan Gejala yang selalu ada :
1) Pendarahan segera
2) Darah segar yang mengalir segera
setelah bayi lahir
3) Uterus kontraksi baik
4) Plasenta baik
Gejala dan
tanda yang kadang-kadang ada
1) Pucat
2) Lemah
3) Menggigil
b. Rupture Uteri
Tanda dan gejala ruptur uteri dapat
terjadi secara dramatis atau tenang.
Dramatis. Nyeri tajam, yang sangat
pada abdomen bawah saat kontraksi hebat memuncak. Penghentian kontraksi uterus
disertai hilangnya rasa nyeri. Perdarahan vagina ( dalam jumlah sedikit atau
hemoragi). Terdapat tanda dan gejala syok, denyut nadi meningkat, tekanan darah
menurun dan nafas pendek ( sesak ). Temuan pada palpasi abdomen tidak sama
dengan temuan terdahulu. Bagian presentasi dapat digerakkan diatas rongga
panggul. Janin dapat tereposisi atau terelokasi secara dramatis dalam abdomen
ibu. Bagian janin lebih mudah dipalpasi. Gerakan janin dapat menjadi kuat dan
kemudian menurun menjadi tidak ada gerakan dan DJJ sama sekali atau DJJ masih
didengar. Lingkar uterus dan kepadatannya ( kontraksi ) dapat dirasakan
disamping janin ( janin seperti berada diluar uterus ). Kemungkinan terjadi
muntah. Nyeri tekan meningkat diseluruh abdome. Nyeri berat pada suprapubis. Kontraksi
uterus hipotonik. Perkembangan persalinan menurun. Perasaan ingin pingsan. Hematuri
( kadang-kadang kencing darah ). Perdarahan vagina ( kadang-kadang ). Tanda-tanda
syok progresif. Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada servik
atau kontraksi mungkin tidak dirasakan. DJJ mungkin akan hilang.
5. Penatalaksanaan Medis
PENJAHITAN ROBEKAN SERVIKS
a. Tinjau kembali prinsip perawatan
umum dan oleskan larutan anti septik ke vagina dan serviks
b. Berikan dukungan dan penguatan
emosional. Anastesi tidak dibutuhkan padasebasian besar robekan serviks.
Berikan petidin dan diazepam melalui IV secara perlahan (jangan mencampur obat
tersebut dalam spuit yang sama) atau gunakan ketamin untuk robekan serviks yang
tinggi dan lebar.
c. Minta asisten memberikan tekanan
pada fundus dengan lembut untuk membantu mendorong serviks jadi terlihat
d. Gunakan retraktor vagina untuk
membuka serviks, jika perlu
e. Pegang serviks dengan forcep cincin
atau forcep spons dengan hati–hati. Letakkan forcep pada kedua sisi robekan dan
tarik dalam berbagai arah secara perlahan untuk melihat seluruh serviks.
Mungkin terdapat beberapa robekan.
f.
Tutup
robekan serviks dengan jahitan jelujur menggunakan benang catgut kromik atau
poliglokolik 0 yang dimulai pada apeks(tepi atas robekan) yang seringkali
menjadi sumber pendarahan.
g. Jika bagian panjang bibir serviks
robek, jahit dengan jahitan jelujur menggunakan benang catgut kromik atau
poliglikolik 0.
h. Jika apeks sulit diraih dan diikat,
pegang pegang apeks dengan forcep arteri atau forcep cincin. Pertahankan forcep
tetap terpasang selama 4 jam. Jangan terus berupaya mengikat tempat pendarahan
karena upaya tersebut dapat mempererat pendarahan. Selanjutnya :
1) Setelah 4 jam, buka forcep sebagian
tetapi jangan dikeluarkan.
2) Setelah 4 jam berikutnya, keluarkan
seluruh forcep.
PENJAHITAN ROBEKAN VAGINA DAN PERINIUM
Terdapat empat derajat robekan yang bisa terjadi saat
pelahiran, yaitu :
a. Tingkat I : Robekan hanya pada
selaput lender vagina dan jaringan ikat
b. Tingkat II : Robekan mengenai mukosa
vagina, jaringan ikat, dan otot dibawahnya tetapi tidak menenai spingter ani
c. Tingkat III : robekan mengenai
trnseksi lengkap dan otot spingter ani
d. Tingkat IV : robekan sampai mukosa
rectum.
PENJAHITAN ROBEKAN DERAJAT I DAN II
Sebagian besar derajat I menutup
secara spontan tanpa dijahit.
a. Tinjau kembali prinsip perawatan
secara umum.
b. Berikan dukungan dan penguatan
emosional. Gunakan anastesi lokal dengan lignokain. Gunakan blok pedendal, jika
perlu.
c. Minta asisten memeriksa uterus dan
memastikan bahwa uterus berkontraksi.
d. Periksa vagina, perinium, dan
serviks secara cermat.
e. Jika robekan perinium panjang dan
dalam, inspeksi untuk memastikan bahwa tidak terdapat robekan derajat III dan
IV.
·
Masukkan
jari yang memakai sarung tangan kedalam anus
·
Angkat jari
dengan hati-hati dan identifikasi sfingter.
·
Periksa
tonus otot atau kerapatan sfingter
·
Ganti sarung
tangan yang bersih, steril atau DTT
·
Jika
spingter cedera, lihat bagian penjahitan robekan derajat III dan IV.
·
Jika
spingter tidak cedera, tindak lanjuti dengan penjahitan
PENJAHITAN ROBEKAN PERINEUM DERAJAT
III DAN IV
Jahit robekan diruang operasi
Tinjau kembali prinsip perawatan umum
a. Berikan dukungan dan penguatan
emosional. Gunakan anastesi lokal dengan lignokain. Gunakan blok pedendal,
ketamin atau anastesi spinal. Penjahitan dapat dilakukan menggunakn anastesi
lokal dengan lignokain dan petidin serta diazepam melalui IV dengan perlahan (
jangan mencampurdengan spuit yang sama ) jika semua tepi robekan dapat dilihat,
tetapi hal tersebut jarang terjadi.
b. Minta asisten memeriksa uterus dan
memastikan bahwa uterus berkontraksi.
c. Periksa vagina, perinium, dan
serviks secara cermat.
d. Untuk melihat apakah spingter ani
robek.
·
Masukkan
jari yang memakai sarung tangan kedalam anus
·
Angkat jari
dengan hati-hati dan identifikasi sfingter.
·
Periksa
permukaan rektum dan perhatikan robekan dengan cermat.
·
Ganti sarung
tangan yang bersih, steril atau yang DTT
·
Oleskan
larutan antiseptik kerobekan dan keluarkan materi fekal, jika ada.
·
Pastikan
bahwa tidak alergi terhadap lignokain atau obat-obatan terkait.
·
Masukan
sekitar 10 ml larutan lignokain 0,5 % kebawah mukosa vagina, kebah kulit
perineum dan ke otot perinatal yang dalam.
o
Pada Pegang
setiap ujung sfingter dengan klem Allis ( sfingter akan beretraksi jika robek
). Selubung fasia disekitar sfingter kuat dan tidak robek jika ditarik dengan
klem.
o
Jahit
sfingter dengan dua atau tiga jahitan putus-putus menggunakan benang 2-0.
·
akhir
penyuntikan, tunggu selama dua menit kemudian jepit area robekan denagn forcep.
Jika ibu dapat merasakan jepitan tsb, tunggu dua menit algi kemudian
lakukan tes ulang.
·
Jahit rektum
dengan jahitan putus-putus mengguanakan benang 3-0 atau 4-0 dengan jarak 0,5 cm
untuk menyatukan mukosa.
·
Jika
spingter robek
·
Oleskan
kembali larutan antiseptik kearea yang dijahit.
·
Periksa anus
dengan jari yang memakai sarung tangan untuk memastikan penjahitan rektum dan
sfingter dilakukan dengan benar. Selanjutnya, ganti sarung tangan yang bersih, steril
atau yang DTT.
·
Jahit mukosa
vagina, otot perineum dan kulit.
PERBAIKAN RUPTURE UTERUS
a. Tinjau kembali indikasi.
b. Tinjau kembali prinsip prawatan
umum, prinsipperawatan operasi dan pasang infus IV.
c. Berikan dosis tunggal antibiotik
profilaksis.
·
Ampisilin 2g
melalui IV.
·
Atau
sefazolin 1g melalui IV
·
Buka abdomen
·
Buat insisi
vertikalgaris tengah dibawah umbilikus sampai kerambut pubis melalui kulit
sampai di fasia.
·
Buat insisi
vertikal 2-3 cm di fasia.
·
Pegang tepi fasia dengan forcep dan perpanjang
insisi keatas dan kebawah dengan menggunakan gunting.
·
Gunakan jari
atau gunting untuk memisahkan otot rektus (otot dinding abdomen )
·
Gunakan jari
untuk membuka peritoneum dekat umbilikus. Gunakan gunting untuk memperpanjang
insisi ke atas dan ke bawah guna melihat seluruh uterus. Gunakan gunting untuk
memisahkan lapisan peritoneum dan membuka bagian bawah peritoneum dengan
hati-hati guna mencegah cedera kandung kemih.
·
Periksa area
rupture pada abdomen dan uterus dan keluarkan bekuan darah.
·
Letakkan
retraktor abdomen.
·
Lahirkan
bayi dan plasenta.
·
Infuskan
oksitoksin 20 unit dalam 1L cairan IV ( salin normal atau laktat ringer )
dengan kecepatan 60 tetes permenit sampai uterus berkontraksi, kemudian kurangi
menjadi 20 tetes permenit.
·
Angkat
uterus keluar panggul untukmelihat luasnya cedera.
·
Periksa
bagian depan dan belakang uterus.
·
Pegang tepi
pendarahan uterus denganklem Green Armytage ( forcep cincin )
·
Pisahkan
kandungan kemih dari segmen bawah uterus dengan diseksi tumpul atau tajam. Jika
kandung kemih memiliki jaringan parut sampai uterus, gunakan gunting runcing.
RUPTURE SAMPAI SERVIKS DAN VAGINA
a. Jika uterus robek sampai serviks dan
vagina, mobilisasi kandung kemih minimal 2cm dibawah robekan.
b. Jika memungkinkan, buat jahitan
sepanjang 2cm diatas bagian bawah robekan serviks dan pertahankan traksi pada
jahitan untuk memperlihatkan bagian-bagian robekan jika perbaikan dilanjutkan
RUPTURE MELUAS SECARA LATERAL SAMPAI
ARTERIA UTERINA
a. Jika rupture meluas secara lateral
sampai mencederai satu atau kedua arteri uterina, ikat arteri yang cedera.
b. Identifikasi arteri dan ureter
sebelum mengikat pembuluh darah uterus.
RUPTURE DENGAN HEMATOMA LIGAMENTUM
LATUM UTERI
a. Jika rupture uterus menimbulkan
hematoma pada ligamentum latum uteri, pasang klem, potong dan ikat ligamentum
teres uteri.
b. Buka bagian anterior ligamentum atum
uteri.
c. Buat drain hematoma secara manual,
bila perlu.
d. Inspeksi area rupture secara cermat
untuk mengetahui adanya cedera pada arteria uterina atau cabang-cabangnya. Ikat
setiap pembuluh darah yang mengalami pendarahan.
PENJAHITAN ROBEKAN UTERUS
a. Jahit robekan dengan jahitan jelujur
mengunci (continous locking ) menggunakan benang catgut kromik (atau
poliglikolik)0. Jika perdarahan tidak terkandali atau jika ruptur melalui
insisi klasik atau insisi vertikal terdahulu, buat jahitan lapisan kedua.
b. Jika rupture terlalu luas untuk
dijahit, tindak lanjuti dengan histerektomi.
c. Kontrol pendarahan dalam, gunakan
jahitan berbentuk angka delapan.
d. Jika ibu meminta ligasi tuba,
lakukan prosedur tsb pada saat ini.
e. Pasang drain abdomen
f.
Tutup
abdomen.
·
Pastikan
tidak ada pendarahan. Keluarkan bekuan darah dengan menggunakn spons.
·
Pada semua
kasus, periksa adanya cedera pada kandung kemih. Jka teridentifikasi adanya
cedera kandung kemih, perbaiki cedera tsb.
·
Tutup fasia
engan jahitan jelujur menggunakan benang catgut kromik (poliglikolik) 0.
·
Jika terdapat tanda-tanda infeksi, tutup
jaringan subcutan dengan kasa dan buat jahitan longgar menggunakan benang
catgut ( poligkolik ) 0. Tutup kulit dengan penutupan lambat setelah infeksi
dibersihkan.
·
Jika tidak
terdapat tanda-tanda infeksi, tutup kulit dengan jahitan matras vertikal
menggunakan benang nelon ( sutra ) 3-0 dan tutup dengan balutan steril.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian fokus
Pengkajian fokus pada perdarahan post portum meurut Dongoes dan Marylin E, (2001) sebagai berikut :
a. Alasan dan keluhan pertama masuk Rumah Sakit
Apa yang dirasakan saat itu ditujukan untuj mengenali tanda atau gajala yng berkaitan dengan perdarahan post portum misalnya antonio uteri, retensio plasenta robekan jalan lahir, vagina, perineum, adanya sisa selaput plsenta dan biasanya ibu nampak perdarahan banyak > 500 CC2
b. Riwayat kesehatan sekarang
Dikaji untuk mengetahui apakah seorang ibu menderita penyakit yang bisa menyebabkan perdarahan post portum seperti aspek fisiologis dan psikososialnya.
c.
Riwayat
kesehatan dahulu
Dikaji
untuk mengrtahui apakah seorang ibu perah menderita
penyakit yang lain yang menyertai dan bisa memperburuk
keadaan atau mempersulit penyambuhan. Seperti penyakit diabetus melitus dan
jantung
d.
Riwayat
kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang diderita
pasien dan apakah keluarga pasien ada yang mempunyai riwayat yang sama Pola
pengkajian kesehatan menurut (Dongoes dan Marilyn E,2001)
Sebagai berikut :
1)
Aktivitas
istirahat
Insomia mungkin teramat.
2)
Sirkulasi
kehilangan darah selama proses post portum
3)
Integritas
ego
Peka rangsang, takut atau menangis sering terlihat
kira-kira 3hari setelah melahirkan “post portum blues”
4)
Eliminasi
BAK tidak teratur sampai hari ke 2dan ke 5
5)
Makan
dan cairan
Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan kira-kira
sampai hari ke 5
6)
Persepsi
sensori
Tidak ada gerakan dan sensori
7)
Nyeri
dan ketidaknyamanan
Nyeri tekan payudara dan pembesaran dapat terjadi
diantara hari ke 3 sampai hari ke 5 post partum
8)
Seksualitas
- Uterus diatas umbilikus
pada 12 jam setelah kelahiran menurun satu jari setiap harinya
- Lochea rubra berlanjut
sampai hari ke 2
- Payudara produksi kolostrum
24 jam pertama
9)
Pengkajian
Psikologis
- Apakah pasien dalam keadaan
stabil
- Apakah pasien biasanya
cemas sebelum persalinan dan masa penyembuhan
10)
Data
pemeriksaan Penunjang, meliputi :
Pemeriksaan
hemoglobin dan hematokrit darah, leukosit.
2.
Pengkajian
Dasar Data Klien
a.
Sirkulasi
: Rembesan kontinu atau perdarahan tiba-tiba. Dapat tampak pucat, anemik.
b.
Ketidaknyamanan
: Nyeri tekan uterus (fragmen-fragmenplasenta tertahan) Ketidaknyamanan
vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma)
c.
Keamanan
: Pecah ketuban dini
d.
Seksuaitas
: Tinggi fundus atau baan uterus gagal kembali pada ukuran dan fungsi kehamilan
(Subinvorusi) Leukorea mungkin ada.
3.
Pemeriksaan
Diagnostik
a.
Golongan
darah : Menentukan Rh, golongan ABO dan pencocokan silang
b.
Jumlah
darah lengkap
c.
Kultur
uterus dan vaginal : Mengesampingkan infeksi pasca partum
d.
Urinalisis : Memastikan kerusakan kandung
kemih
e.
Profil
koagulasi : Peningkatan degeradasi kadar produk fibrin/ produk spilit fibrin
(SDP/FSP)
f.
Sonografi
: Menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan.
4.
Diagnosa
keperawatan
Rumusan
diagnosa keperawatan menurut North American Nursing Diagnosa Association (2005)
adalah sebagai berikut :
a.
Defisit
volume cairan b. d kehilangan aktif volume cairan
b.
Nyeri
akut b. d agen injuri fisik
c.
Resiko
onfeksi b. d prosedur invasif
d.
Defisit
perawatan diri b. d kelemahan fisik
5.
Fokus
intervensi dan rasional
Rencana keperawatan McCloskey, J.C,
Buluechek, G.M (2000) Nursing intervention Classification (NIC).
a.
Defisit
volume cairan b/d kehilangan aktif voluma cairan
Tujuan : Tidak terjadi perdarahan
Kriteria hasil :
- Perdarahan berhenti
- Hb diatas normal
- Tanda vital diatas normal
Rencana
tindakan keperawatan
a.
Monitor
jumlah pendarahan pasien
Rasional : kehilangan darah akibat
perdarahan bisa berakibat syok.
b.
Monitor
hasil laboratorium pasien
Rasional : Anemi akibat kehilangan
darah dapat terjadi. Terapi pengantian darah mungkin diperlukan.
c.
Tidurkan
pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedang badanya tetap terlentang.
Rasional : dengan kaki lebih tinggi
akan meningkatan aliran darah ke otak dan organ lain.
d.
Monitor
tanda vital
Rasional : perubahan tanda vital
terjadi bila perdarahan semakin berat
e.
Monitor
intake dan output setiap 1 jam
Rasional : Perubahan output
merupakan tanda adanya gangguan sirkulasi darah.
f.
Lakukan
message uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya diletakkan diatas
simpisis.
Rasional
: Message uterus merangsang kontraksi uterus dan membantu pelepasan plasenta,
satu tangan diatas simpisis mencegah terjadinya inversio uteri.
g.
Batasi
pemeriksaan vagina dan rektum
Rasional : Trauma yang terjadi di
daerah vagina dan rektum meningkatkan terjadinya perdarahan yang lebih hebat,
bila terjadi laserasi pada serviks / perineum
h.
Berikan
infus atau cairan intravana
Rasional : cairan intravana dapat
meningkatkan volume intravasculer
i.
Kolaborasi
dengan tim medis dengan pemberian anti perdarahan
Rasional : Anti perdarahan mencegah
perdarahan yang lebih hebat dan mengetahu
b.
Nyeri
akut berhubungan dengan agen injuri fisik (luka jahitan perineum)T
Tujuan : Nyeri hilanh atau brkurang
Kriteria hasil :
- Skala nyeri berkurang atau
hilang
- Pasien tampak tenang
Rencana
tindakan keperawatan
a.
Kaji
nyeri setiap 6 jam, baik skala, intensitas, lokasi, frekuensi
Rasional : Untuk mengetahui derajat dan tingkat nyeri
yang
dialami dan untuk dapat melakukan intervensi
selanjutnya
b.
Ajarkan
teknik relaksasi
Rasional : untuk mengalihkan perhatian pasien dari
nyerinya.
c.
Kaji tanda vital
Rasional : Mengetaui perubahan tanda vital dan untuk
dapat melakukan intervensi selanjutya
d.
Pemberian
dengan tim medis dengan pemberian analgeti.
Rasional : mengurangi rasa nyeri
c.
Resiko
infeksi sehubungan dengan prosedur invasif
Tujuan
: tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil :
- Lochea tidak berbau dan
- Tanda vital dalam batas
vital
Rencana
tindakan keperawatan
a.
Catat
perubahan tanda vital
Rasional : Perubahan tanda vital (suhu) merupakan
indikasi terjadinya infeksi.
b.
Obsevasi
luka dan jahitan perineum tiap ganti balut.
Rasional : mengetahui seberapa besar resiko untuk
infeksi dan menentuakan
intervensi selanjutnya.
c.
Monitor
involusi uterus dan pengeluaran lochea
Rasional : infeksi uterus menghambat involusi dan
terjadi pengeluaran lochea yang berkepanjangan
d.
Perhatikan
kemungkinan infeksi ditempat lain, misalnya infeksi di saluran nafas, mastitis
dan saluran kencing
Rasional : Infeksi ditempat lain memperburuk keadaan
e.
Berikan perawatan perineal, dan pertahankan
agar pembalut Jangan sampai terlalu basah
Rasional : pembalut yang terlalu basah bisa
menyebabkan iritasi dan dapat menjadi media untuk pertumbuhan bakteri,
peningkatan resiko infeksi
f.
Kolaborasi
dengan tim medis dengan pemberian zat besi dan antibuotika.
Rasional : Anemi memperberat keadaan dan antibiotika
yang tepat diperlukan untuk keadaan infeksid.
d.
Defisit
perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : Kebutuhan akan aktifitas fisik pasie
terpenuhi
Kriteria hasil :
- Pasien dapat melakukan aktivitas
dengan bantuan
- Pasien menyatakan
kenyamanan terhadap kemempuan melakukan aktivitas
- Klien terbebasdari bau
badan
Rencana
tindakan keperawatan
a.
Monitor
kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
Rasional : Kemampuan pasien dalam perawatan diri dan
meningkatakan rasa percaya diri
b.
Mitor
kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian
berhias, toileting dan makan.
Rasional : Membantu meningkakan kemampuan aktivitas
pasien
c.
Sediakan bantuan sampai klien mampu scara utuh
untuk melakukan selfcare
Rasional : Meningkatakan kemampuan melakukan perawatan
diri mandiri yang optimal sesuai kemampuan.
d.
Dorong
untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu
melakukannya
Rasional : Kemampuan individu untuk meningkatkan rasa
percaya diri
e.
Ajarkan
klien atau keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya
jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
Rasional
: Memberikan dukungan kepada keluarga dan pasien dalamperawatan diri yang
mandiri
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kami dapat menyimpulkan bahwa
perlukaan pada jalan lahir, sebagai akibat persalinan, terutama pada seorang
primipara. Baik itu berupa robekan perinium, robekan serviks atau rupture
uteri. Hal ini dapat diatasi apabila seorang tenaga kesehatan dapat
mengelolanya dengan baik.
B.
Saran
Diharapakan
mampu mengerti tentang robekan jalan lahir dan dapat memberikan pelayanan yang
terbaik bagi klien serta mampu memberikan asuhan secara komprehensif.
Daftar
Pustaka
Mohammad Hakim, PhD, 1990, Harry Oxon Ilmu
Kebidanan Patologis dan Fisiologi Persalinan, Human Labor and Birth,
Yayasan Essentia Medica
Mochtar, R, 1998, Sinopsis Obstetri, EGC,
Jakarta
A. Budi Marjono, 1999, Cakul, Obgin Plus +
FKUI, Catatan Kuliah Obstetri Ginekologi, Edisi Pertama
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Persalinan
sering kali mengakibatkan perlukaan jalan lahir. Luka-luka biasanya ringan,
tetapi kadang-kadang terjadi juga luka yang luas dan berbahaya. Setelah
persalinan harus selalu dilakukan pemeriksaan vulva dan perinium. Pemeriksaan
vagina dan serviks dengan spekulum perlu dilakukan setelah pembedahan
pervaginam.
Sebagai akibat persalinan, terutama pada
seorang primipara, bisa timbul luka pada vulva di sekitar introitus vagina yang
biasanya tidak dalam akan tetapi kadang-kadang bisa timbul perdarahan banyak,
khususnya pada luka dekat klitoris.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah
“bagaimana tinjauan mengenai robekan jalan lahir baik dari segi pengertian,
etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, penatalaksanaan, serta asuhan
keperawatan.
C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah mengenai tinjauan
mengenai robekan jalan lahir baik dari segi pengertian, etiologi, tanda dan
gejala, patofisiologi, penatalaksanaan, serta asuhan keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Landasan Teori
1. Pengertian
Perdarahan dalam keadaan dimana
plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa
perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir. Perlukaan jalan lahin
terdiri dari :
a. Robekan Perinium
Robekan perineum terjadi pada hampir
semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya.
Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengan dan bisa menjadi luas apabila
kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa,
kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar
daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika.
Perinium merupakan kumpulan berbagai
jaringan yang membentuk perinium (Cunningham,1995). Terletak antara vulva dan
anus, panjangnya kira-kira 4 cm (Prawirohardjo, 1999). Jaringan yang terutama
menopang perinium adalah diafragma pelvis dan urogenital. Diafragma pelvis
terdiri dari muskulus levator ani dan muskulus koksigis di bagian posterior
serta selubung fasia dari otot-otot ini. Muskulus levator ani membentuk sabuk
otot yang lebar bermula dari permukaan posterior ramus phubis superior, dari
permukaan dalam spina ishiaka dan dari fasia obturatorius.
Serabut otot berinsersi pada
tempat-tempat berikut ini: di sekitar vagina dan rektum, membentuk sfingter
yang efisien untuk keduanya, pada persatuan garis tengah antara vagina dan
rektum, pada persatuan garis tengah di bawah rektum dan pada tulang ekor.
Diafragma urogenitalis terletak di sebelah luar diafragma pelvis, yaitu di
daerah segitiga antara tuberositas iskial dan simpisis phubis. Diafragma
urogenital terdiri dari muskulus perinialis transversalis profunda, muskulus
konstriktor uretra dan selubung fasia interna dan eksterna (Cunningham, 1995).
Persatuan
antara mediana levatorani yang terletak antara anus dan vagina diperkuat oleh
tendon sentralis perinium, tempat bersatu bulbokavernosus, muskulus perinialis
transversalis superfisial dan sfingter ani eksterna. Jaringan ini yang
membentuk korpus perinialis dan merupakan pendukung utama perinium, sering
robek selama persalinan, kecuali dilakukan episiotomi yang memadai pada saat
yang tepat. Infeksi setempat pada luka episiotomi merupakan infeksi masa
puerperium yang paling sering ditemukan pada genetalia eksterna. Luka perinium
adalah perlukaan yang terjadi akibat persalinan pada bagian perinium dimana
muka janin menghadap (Prawirohardjo S,1999).
Luka perinium, dibagi atas 4 tingkatan :
Tingkat I :
Robekan hanya pada selaput lender vagina dengan atau tanpa mengenai kulit
perinium.
Tingkat II :
Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perinea transversalis, tetapi
tidak mengenai spingter ani.
Tingkat III : Robekan mengenai
seluruh perinium dan otot spingter ani.
Tingkat IV : Robekan sampai mukosa
rektum.
b. Robekan Serviks
Robekan serviks paling sering terjadi pada jam 3 dan
9. bibir depan dan bibir belakang servik dijepit dengan klem fenster
kemudian serviks ditariksedidikit untuk menentukan letak robekan dan ujung
robekan. Selanjutnya robekan dijahit dengan catgut kromik dimulai dari ujung
untuk menghentikan perdarahan.
c. Rupture Uteri
Ruptur uteri
merupakan peristiwa yang paling gawat dalam bidang kebidanan karena angka
kematiannya yang tinggi. Janin pada ruptur uteri yang terjadi di luar rumah
sakit sudah dapat dipastikan meninggal dalam kavum abdomen. Ruptura uteri masih
sering dijumpai di Indonesia karena persalinan masih banyak ditolong oleh
dukun. Dukun sebagian besar belum mengetahui mekanisme persalinan yang benar,
sehingga kemacetan proses persalinan dilakukan dengan dorongan pada fundus
uteri dan dapat mempercepat terjadinya rupturauteri.
Menurut Sarwono Prawirohardjo pengertian ruptura uteri
adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akiat dilampauinya daya regang
mio metrium. Penyebab ruptura uteri adalah disproporsi janin dan panggul,
partus macet atau traumatik. Ruptura uteri termasuk salahs at diagnosis banding
apabila wanita dalam persalinan lama mengeluh nyeri hebat pada perut bawah,
diikuti dengan syok dan perdarahan pervaginam. Robekan tersebut dapat mencapai
kandung kemih dan organ vital di sekitarnya.
Resiko infeksi sangat tinggi dan angka kematian bayi
sangat tinggi pada kasus ini. Ruptura uteri inkomplit yang menyebabkan hematoma
pada para metrium, kadang-kadang sangat sulit untuk segera dikenali sehingga
menimbulkan komplikasi serius atau bahkan kematian. Syok yang terjadi
seringkali tidak sesuai dengan jumlah darah keluar karena perdarhan heat dapat
terjadi ke dalam kavum abdomen. Keadaan-keadaan seperti ini, sangat perlu untuk
diwaspadai pada partus lama atau kasep.
Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding
rahim akibat dilampauinya daya regang miomentrium. ( buku acuan nasional
pelayanan kesehatan maternal dan neonatal ). Rupture uteri adalah robeknya
dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam persalinan dengan atau tanpa
robeknya perioneum visceral. ( Obstetri dan Ginekologi ).
Ruptur uteri dapat dibagi menurut beberapa cara :
1) Menurut waktu terjadinya
a) Rupure uteri Gravidarum terjadi Waktu
sedang hamil, Sering lokasinya pada korpus
b) Rupture uteri Durante Partum terjadi
Waktu melahirkan anak, Ini yang
terbanyak
2) Menurut lokasinya:
a) Korpus uteri, ini biasanya terjadi
pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi seperti seksio sesarea klasik (
korporal ), miemoktomi.
b) Segmen bawah rahim ( SBR ), ini
biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama tidak maju, SBR tambah lama
tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur uteri yang sebenarnya.
c) Serviks uteri ini biasanya terjadi
pada waktu melakukan ekstraksi forsipal atau versi dan ekstraksi sedang
pembukaan belum lengkap
d) Kolpoporeksis, robekan-robekan di
antara serviks dan vagina
3) Menurut robeknya peritoneum
a) Ruptur uteri Kompleta : robekan pada
dinding uterus berikut peritoneumnya ( perimetrium ) ; dalam hal ini terjadi
hubungan langsung antara rongga perut dan rongga uterus dengan bahaya
peritonitis
b) Ruptur uteri Inkompleta : robekan
otot rahim tanpa ikut robek peritoneumnya. Perdarahan terjadi subperitoneal dan
bisa meluas ke liglatum
4) Pembagian rupture uteri menurut
robeknya dibagi menjadi :
a) Ruptur uteri kompleta
·
Jaringan
peritoneum ikut robek
·
Janin
terlempar ke ruangan abdomen
·
Terjadi
perdarahan ke dalam ruangan abdomen
·
Mudah terjadi
infeksi
b) Ruptura uteri inkompleta
·
Jaringan
peritoneum tidak ikut robek
·
Janin tidak
terlempar ke dalam ruangan abdomen
·
Perdarahan
ke dalam ruangan abdomen tidak terjadi
·
Perdarahan
dapat dalam bentuk hematoma
2. Etiologi
a. Robekan perinium
Umumnya terjadi pada persalinan
1) Kepala janin terlalu cepat lahir
2) Persalinan tidak dipimpin
sebagaimana mestinya
3) Jaringan parut pada perinium
4) Distosia bahu
b.
Robekan
serviks
1) Partus presipitatus
2) Trauma krn pemakaian alat-alat
operasi
3) Melahirkan kepala pada letak
sungsang secara paksa, pembukaan belum lengkap
4) Partus lama
c. Ruptur Uteri
1) riwayat pembedahan terhadap fundus
atau korpus uterus
2) induksi dengan oksitosin yang
sembarangan atau persalinan yang lama
3) presentasi abnormal ( terutama
terjadi penipisan pada segmen bawah uterus ). ( Helen, 2001 )
4) panggul sempit
5) letak lintang
6) hydrosephalus
7) tumor yg menghalangi jalan lahir
8) presentasi dahi atau muka
3. Patofisiologi
a. Robekan Perinium
Robekan perineum terjadi pada semua
persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan
ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul
dilalui oleh kepala janin dengan cepat, sebaliknya kepala janin yang akan lahir
jangan ditahan terlampau kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan
pendarahan dalam tengkorok janin, dan melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar
panggul karena diregangkan terlalu lama.
Robekan perineum umumnya terjadi digaris
tengah dan bias menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut
arkus pubis lebih kecil dari pada biasa sehingga kepala janin terpaksa lahir
lebih ke belakang daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul
dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito-bregmatika,
atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginial.
b. Robekan Serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan
serviks, sehingga serviks seorang multiparaberbeda daripada yang belum pernah
melahirkan per vaginam. Robekan serviks yang luas mengakibatkan perdarahan dan
dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak
berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus berkontraksi baik,
perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri.
c. Rupture Uteri
1) Ruptura uteri spontan
a) Terjadi spontan pada sebagian besar
pada persalinan
b) Terjadi gangguan mekanisme
persalinan sehingga menimbulkan ketegangan segmen bawah rahim yang berlebihan
2) Ruptur uteri trumatik
a) Terjadi pada persalinan
b) Timbulnya ruptura uteri karena
tindakan seperti ekstraksi farsep, ekstraksi vakum, dll
3) Rupture uteri pada bekas luka uterus
Terjadinya spontan atau bekas seksio sesarea dan bekas operasi pada uterus.
4. Tanda dan Gejala
a. Robekan jalan lahir
Tanda dan Gejala yang selalu ada :
1) Pendarahan segera
2) Darah segar yang mengalir segera
setelah bayi lahir
3) Uterus kontraksi baik
4) Plasenta baik
Gejala dan
tanda yang kadang-kadang ada
1) Pucat
2) Lemah
3) Menggigil
b. Rupture Uteri
Tanda dan gejala ruptur uteri dapat
terjadi secara dramatis atau tenang.
Dramatis. Nyeri tajam, yang sangat
pada abdomen bawah saat kontraksi hebat memuncak. Penghentian kontraksi uterus
disertai hilangnya rasa nyeri. Perdarahan vagina ( dalam jumlah sedikit atau
hemoragi). Terdapat tanda dan gejala syok, denyut nadi meningkat, tekanan darah
menurun dan nafas pendek ( sesak ). Temuan pada palpasi abdomen tidak sama
dengan temuan terdahulu. Bagian presentasi dapat digerakkan diatas rongga
panggul. Janin dapat tereposisi atau terelokasi secara dramatis dalam abdomen
ibu. Bagian janin lebih mudah dipalpasi. Gerakan janin dapat menjadi kuat dan
kemudian menurun menjadi tidak ada gerakan dan DJJ sama sekali atau DJJ masih
didengar. Lingkar uterus dan kepadatannya ( kontraksi ) dapat dirasakan
disamping janin ( janin seperti berada diluar uterus ). Kemungkinan terjadi
muntah. Nyeri tekan meningkat diseluruh abdome. Nyeri berat pada suprapubis. Kontraksi
uterus hipotonik. Perkembangan persalinan menurun. Perasaan ingin pingsan. Hematuri
( kadang-kadang kencing darah ). Perdarahan vagina ( kadang-kadang ). Tanda-tanda
syok progresif. Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada servik
atau kontraksi mungkin tidak dirasakan. DJJ mungkin akan hilang.
5. Penatalaksanaan Medis
PENJAHITAN ROBEKAN SERVIKS
a. Tinjau kembali prinsip perawatan
umum dan oleskan larutan anti septik ke vagina dan serviks
b. Berikan dukungan dan penguatan
emosional. Anastesi tidak dibutuhkan padasebasian besar robekan serviks.
Berikan petidin dan diazepam melalui IV secara perlahan (jangan mencampur obat
tersebut dalam spuit yang sama) atau gunakan ketamin untuk robekan serviks yang
tinggi dan lebar.
c. Minta asisten memberikan tekanan
pada fundus dengan lembut untuk membantu mendorong serviks jadi terlihat
d. Gunakan retraktor vagina untuk
membuka serviks, jika perlu
e. Pegang serviks dengan forcep cincin
atau forcep spons dengan hati–hati. Letakkan forcep pada kedua sisi robekan dan
tarik dalam berbagai arah secara perlahan untuk melihat seluruh serviks.
Mungkin terdapat beberapa robekan.
f.
Tutup
robekan serviks dengan jahitan jelujur menggunakan benang catgut kromik atau
poliglokolik 0 yang dimulai pada apeks(tepi atas robekan) yang seringkali
menjadi sumber pendarahan.
g. Jika bagian panjang bibir serviks
robek, jahit dengan jahitan jelujur menggunakan benang catgut kromik atau
poliglikolik 0.
h. Jika apeks sulit diraih dan diikat,
pegang pegang apeks dengan forcep arteri atau forcep cincin. Pertahankan forcep
tetap terpasang selama 4 jam. Jangan terus berupaya mengikat tempat pendarahan
karena upaya tersebut dapat mempererat pendarahan. Selanjutnya :
1) Setelah 4 jam, buka forcep sebagian
tetapi jangan dikeluarkan.
2) Setelah 4 jam berikutnya, keluarkan
seluruh forcep.
PENJAHITAN ROBEKAN VAGINA DAN PERINIUM
Terdapat empat derajat robekan yang bisa terjadi saat
pelahiran, yaitu :
a. Tingkat I : Robekan hanya pada
selaput lender vagina dan jaringan ikat
b. Tingkat II : Robekan mengenai mukosa
vagina, jaringan ikat, dan otot dibawahnya tetapi tidak menenai spingter ani
c. Tingkat III : robekan mengenai
trnseksi lengkap dan otot spingter ani
d. Tingkat IV : robekan sampai mukosa
rectum.
PENJAHITAN ROBEKAN DERAJAT I DAN II
Sebagian besar derajat I menutup
secara spontan tanpa dijahit.
a. Tinjau kembali prinsip perawatan
secara umum.
b. Berikan dukungan dan penguatan
emosional. Gunakan anastesi lokal dengan lignokain. Gunakan blok pedendal, jika
perlu.
c. Minta asisten memeriksa uterus dan
memastikan bahwa uterus berkontraksi.
d. Periksa vagina, perinium, dan
serviks secara cermat.
e. Jika robekan perinium panjang dan
dalam, inspeksi untuk memastikan bahwa tidak terdapat robekan derajat III dan
IV.
·
Masukkan
jari yang memakai sarung tangan kedalam anus
·
Angkat jari
dengan hati-hati dan identifikasi sfingter.
·
Periksa
tonus otot atau kerapatan sfingter
·
Ganti sarung
tangan yang bersih, steril atau DTT
·
Jika
spingter cedera, lihat bagian penjahitan robekan derajat III dan IV.
·
Jika
spingter tidak cedera, tindak lanjuti dengan penjahitan
PENJAHITAN ROBEKAN PERINEUM DERAJAT
III DAN IV
Jahit robekan diruang operasi
Tinjau kembali prinsip perawatan umum
a. Berikan dukungan dan penguatan
emosional. Gunakan anastesi lokal dengan lignokain. Gunakan blok pedendal,
ketamin atau anastesi spinal. Penjahitan dapat dilakukan menggunakn anastesi
lokal dengan lignokain dan petidin serta diazepam melalui IV dengan perlahan (
jangan mencampurdengan spuit yang sama ) jika semua tepi robekan dapat dilihat,
tetapi hal tersebut jarang terjadi.
b. Minta asisten memeriksa uterus dan
memastikan bahwa uterus berkontraksi.
c. Periksa vagina, perinium, dan
serviks secara cermat.
d. Untuk melihat apakah spingter ani
robek.
·
Masukkan
jari yang memakai sarung tangan kedalam anus
·
Angkat jari
dengan hati-hati dan identifikasi sfingter.
·
Periksa
permukaan rektum dan perhatikan robekan dengan cermat.
·
Ganti sarung
tangan yang bersih, steril atau yang DTT
·
Oleskan
larutan antiseptik kerobekan dan keluarkan materi fekal, jika ada.
·
Pastikan
bahwa tidak alergi terhadap lignokain atau obat-obatan terkait.
·
Masukan
sekitar 10 ml larutan lignokain 0,5 % kebawah mukosa vagina, kebah kulit
perineum dan ke otot perinatal yang dalam.
o
Pada Pegang
setiap ujung sfingter dengan klem Allis ( sfingter akan beretraksi jika robek
). Selubung fasia disekitar sfingter kuat dan tidak robek jika ditarik dengan
klem.
o
Jahit
sfingter dengan dua atau tiga jahitan putus-putus menggunakan benang 2-0.
·
akhir
penyuntikan, tunggu selama dua menit kemudian jepit area robekan denagn forcep.
Jika ibu dapat merasakan jepitan tsb, tunggu dua menit algi kemudian
lakukan tes ulang.
·
Jahit rektum
dengan jahitan putus-putus mengguanakan benang 3-0 atau 4-0 dengan jarak 0,5 cm
untuk menyatukan mukosa.
·
Jika
spingter robek
·
Oleskan
kembali larutan antiseptik kearea yang dijahit.
·
Periksa anus
dengan jari yang memakai sarung tangan untuk memastikan penjahitan rektum dan
sfingter dilakukan dengan benar. Selanjutnya, ganti sarung tangan yang bersih, steril
atau yang DTT.
·
Jahit mukosa
vagina, otot perineum dan kulit.
PERBAIKAN RUPTURE UTERUS
a. Tinjau kembali indikasi.
b. Tinjau kembali prinsip prawatan
umum, prinsipperawatan operasi dan pasang infus IV.
c. Berikan dosis tunggal antibiotik
profilaksis.
·
Ampisilin 2g
melalui IV.
·
Atau
sefazolin 1g melalui IV
·
Buka abdomen
·
Buat insisi
vertikalgaris tengah dibawah umbilikus sampai kerambut pubis melalui kulit
sampai di fasia.
·
Buat insisi
vertikal 2-3 cm di fasia.
·
Pegang tepi fasia dengan forcep dan perpanjang
insisi keatas dan kebawah dengan menggunakan gunting.
·
Gunakan jari
atau gunting untuk memisahkan otot rektus (otot dinding abdomen )
·
Gunakan jari
untuk membuka peritoneum dekat umbilikus. Gunakan gunting untuk memperpanjang
insisi ke atas dan ke bawah guna melihat seluruh uterus. Gunakan gunting untuk
memisahkan lapisan peritoneum dan membuka bagian bawah peritoneum dengan
hati-hati guna mencegah cedera kandung kemih.
·
Periksa area
rupture pada abdomen dan uterus dan keluarkan bekuan darah.
·
Letakkan
retraktor abdomen.
·
Lahirkan
bayi dan plasenta.
·
Infuskan
oksitoksin 20 unit dalam 1L cairan IV ( salin normal atau laktat ringer )
dengan kecepatan 60 tetes permenit sampai uterus berkontraksi, kemudian kurangi
menjadi 20 tetes permenit.
·
Angkat
uterus keluar panggul untukmelihat luasnya cedera.
·
Periksa
bagian depan dan belakang uterus.
·
Pegang tepi
pendarahan uterus denganklem Green Armytage ( forcep cincin )
·
Pisahkan
kandungan kemih dari segmen bawah uterus dengan diseksi tumpul atau tajam. Jika
kandung kemih memiliki jaringan parut sampai uterus, gunakan gunting runcing.
RUPTURE SAMPAI SERVIKS DAN VAGINA
a. Jika uterus robek sampai serviks dan
vagina, mobilisasi kandung kemih minimal 2cm dibawah robekan.
b. Jika memungkinkan, buat jahitan
sepanjang 2cm diatas bagian bawah robekan serviks dan pertahankan traksi pada
jahitan untuk memperlihatkan bagian-bagian robekan jika perbaikan dilanjutkan
RUPTURE MELUAS SECARA LATERAL SAMPAI
ARTERIA UTERINA
a. Jika rupture meluas secara lateral
sampai mencederai satu atau kedua arteri uterina, ikat arteri yang cedera.
b. Identifikasi arteri dan ureter
sebelum mengikat pembuluh darah uterus.
RUPTURE DENGAN HEMATOMA LIGAMENTUM
LATUM UTERI
a. Jika rupture uterus menimbulkan
hematoma pada ligamentum latum uteri, pasang klem, potong dan ikat ligamentum
teres uteri.
b. Buka bagian anterior ligamentum atum
uteri.
c. Buat drain hematoma secara manual,
bila perlu.
d. Inspeksi area rupture secara cermat
untuk mengetahui adanya cedera pada arteria uterina atau cabang-cabangnya. Ikat
setiap pembuluh darah yang mengalami pendarahan.
PENJAHITAN ROBEKAN UTERUS
a. Jahit robekan dengan jahitan jelujur
mengunci (continous locking ) menggunakan benang catgut kromik (atau
poliglikolik)0. Jika perdarahan tidak terkandali atau jika ruptur melalui
insisi klasik atau insisi vertikal terdahulu, buat jahitan lapisan kedua.
b. Jika rupture terlalu luas untuk
dijahit, tindak lanjuti dengan histerektomi.
c. Kontrol pendarahan dalam, gunakan
jahitan berbentuk angka delapan.
d. Jika ibu meminta ligasi tuba,
lakukan prosedur tsb pada saat ini.
e. Pasang drain abdomen
f.
Tutup
abdomen.
·
Pastikan
tidak ada pendarahan. Keluarkan bekuan darah dengan menggunakn spons.
·
Pada semua
kasus, periksa adanya cedera pada kandung kemih. Jka teridentifikasi adanya
cedera kandung kemih, perbaiki cedera tsb.
·
Tutup fasia
engan jahitan jelujur menggunakan benang catgut kromik (poliglikolik) 0.
·
Jika terdapat tanda-tanda infeksi, tutup
jaringan subcutan dengan kasa dan buat jahitan longgar menggunakan benang
catgut ( poligkolik ) 0. Tutup kulit dengan penutupan lambat setelah infeksi
dibersihkan.
·
Jika tidak
terdapat tanda-tanda infeksi, tutup kulit dengan jahitan matras vertikal
menggunakan benang nelon ( sutra ) 3-0 dan tutup dengan balutan steril.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian fokus
Pengkajian fokus pada perdarahan post portum meurut Dongoes dan Marylin E, (2001) sebagai berikut :
a. Alasan dan keluhan pertama masuk Rumah Sakit
Apa yang dirasakan saat itu ditujukan untuj mengenali tanda atau gajala yng berkaitan dengan perdarahan post portum misalnya antonio uteri, retensio plasenta robekan jalan lahir, vagina, perineum, adanya sisa selaput plsenta dan biasanya ibu nampak perdarahan banyak > 500 CC2
b. Riwayat kesehatan sekarang
Dikaji untuk mengetahui apakah seorang ibu menderita penyakit yang bisa menyebabkan perdarahan post portum seperti aspek fisiologis dan psikososialnya.
c.
Riwayat
kesehatan dahulu
Dikaji
untuk mengrtahui apakah seorang ibu perah menderita
penyakit yang lain yang menyertai dan bisa memperburuk
keadaan atau mempersulit penyambuhan. Seperti penyakit diabetus melitus dan
jantung
d.
Riwayat
kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang diderita
pasien dan apakah keluarga pasien ada yang mempunyai riwayat yang sama Pola
pengkajian kesehatan menurut (Dongoes dan Marilyn E,2001)
Sebagai berikut :
1)
Aktivitas
istirahat
Insomia mungkin teramat.
2)
Sirkulasi
kehilangan darah selama proses post portum
3)
Integritas
ego
Peka rangsang, takut atau menangis sering terlihat
kira-kira 3hari setelah melahirkan “post portum blues”
4)
Eliminasi
BAK tidak teratur sampai hari ke 2dan ke 5
5)
Makan
dan cairan
Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan kira-kira
sampai hari ke 5
6)
Persepsi
sensori
Tidak ada gerakan dan sensori
7)
Nyeri
dan ketidaknyamanan
Nyeri tekan payudara dan pembesaran dapat terjadi
diantara hari ke 3 sampai hari ke 5 post partum
8)
Seksualitas
- Uterus diatas umbilikus
pada 12 jam setelah kelahiran menurun satu jari setiap harinya
- Lochea rubra berlanjut
sampai hari ke 2
- Payudara produksi kolostrum
24 jam pertama
9)
Pengkajian
Psikologis
- Apakah pasien dalam keadaan
stabil
- Apakah pasien biasanya
cemas sebelum persalinan dan masa penyembuhan
10)
Data
pemeriksaan Penunjang, meliputi :
Pemeriksaan
hemoglobin dan hematokrit darah, leukosit.
2.
Pengkajian
Dasar Data Klien
a.
Sirkulasi
: Rembesan kontinu atau perdarahan tiba-tiba. Dapat tampak pucat, anemik.
b.
Ketidaknyamanan
: Nyeri tekan uterus (fragmen-fragmenplasenta tertahan) Ketidaknyamanan
vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma)
c.
Keamanan
: Pecah ketuban dini
d.
Seksuaitas
: Tinggi fundus atau baan uterus gagal kembali pada ukuran dan fungsi kehamilan
(Subinvorusi) Leukorea mungkin ada.
3.
Pemeriksaan
Diagnostik
a.
Golongan
darah : Menentukan Rh, golongan ABO dan pencocokan silang
b.
Jumlah
darah lengkap
c.
Kultur
uterus dan vaginal : Mengesampingkan infeksi pasca partum
d.
Urinalisis : Memastikan kerusakan kandung
kemih
e.
Profil
koagulasi : Peningkatan degeradasi kadar produk fibrin/ produk spilit fibrin
(SDP/FSP)
f.
Sonografi
: Menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan.
4.
Diagnosa
keperawatan
Rumusan
diagnosa keperawatan menurut North American Nursing Diagnosa Association (2005)
adalah sebagai berikut :
a.
Defisit
volume cairan b. d kehilangan aktif volume cairan
b.
Nyeri
akut b. d agen injuri fisik
c.
Resiko
onfeksi b. d prosedur invasif
d.
Defisit
perawatan diri b. d kelemahan fisik
5.
Fokus
intervensi dan rasional
Rencana keperawatan McCloskey, J.C,
Buluechek, G.M (2000) Nursing intervention Classification (NIC).
a.
Defisit
volume cairan b/d kehilangan aktif voluma cairan
Tujuan : Tidak terjadi perdarahan
Kriteria hasil :
- Perdarahan berhenti
- Hb diatas normal
- Tanda vital diatas normal
Rencana
tindakan keperawatan
a.
Monitor
jumlah pendarahan pasien
Rasional : kehilangan darah akibat
perdarahan bisa berakibat syok.
b.
Monitor
hasil laboratorium pasien
Rasional : Anemi akibat kehilangan
darah dapat terjadi. Terapi pengantian darah mungkin diperlukan.
c.
Tidurkan
pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedang badanya tetap terlentang.
Rasional : dengan kaki lebih tinggi
akan meningkatan aliran darah ke otak dan organ lain.
d.
Monitor
tanda vital
Rasional : perubahan tanda vital
terjadi bila perdarahan semakin berat
e.
Monitor
intake dan output setiap 1 jam
Rasional : Perubahan output
merupakan tanda adanya gangguan sirkulasi darah.
f.
Lakukan
message uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya diletakkan diatas
simpisis.
Rasional
: Message uterus merangsang kontraksi uterus dan membantu pelepasan plasenta,
satu tangan diatas simpisis mencegah terjadinya inversio uteri.
g.
Batasi
pemeriksaan vagina dan rektum
Rasional : Trauma yang terjadi di
daerah vagina dan rektum meningkatkan terjadinya perdarahan yang lebih hebat,
bila terjadi laserasi pada serviks / perineum
h.
Berikan
infus atau cairan intravana
Rasional : cairan intravana dapat
meningkatkan volume intravasculer
i.
Kolaborasi
dengan tim medis dengan pemberian anti perdarahan
Rasional : Anti perdarahan mencegah
perdarahan yang lebih hebat dan mengetahu
b.
Nyeri
akut berhubungan dengan agen injuri fisik (luka jahitan perineum)T
Tujuan : Nyeri hilanh atau brkurang
Kriteria hasil :
- Skala nyeri berkurang atau
hilang
- Pasien tampak tenang
Rencana
tindakan keperawatan
a.
Kaji
nyeri setiap 6 jam, baik skala, intensitas, lokasi, frekuensi
Rasional : Untuk mengetahui derajat dan tingkat nyeri
yang
dialami dan untuk dapat melakukan intervensi
selanjutnya
b.
Ajarkan
teknik relaksasi
Rasional : untuk mengalihkan perhatian pasien dari
nyerinya.
c.
Kaji tanda vital
Rasional : Mengetaui perubahan tanda vital dan untuk
dapat melakukan intervensi selanjutya
d.
Pemberian
dengan tim medis dengan pemberian analgeti.
Rasional : mengurangi rasa nyeri
c.
Resiko
infeksi sehubungan dengan prosedur invasif
Tujuan
: tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil :
- Lochea tidak berbau dan
- Tanda vital dalam batas
vital
Rencana
tindakan keperawatan
a.
Catat
perubahan tanda vital
Rasional : Perubahan tanda vital (suhu) merupakan
indikasi terjadinya infeksi.
b.
Obsevasi
luka dan jahitan perineum tiap ganti balut.
Rasional : mengetahui seberapa besar resiko untuk
infeksi dan menentuakan
intervensi selanjutnya.
c.
Monitor
involusi uterus dan pengeluaran lochea
Rasional : infeksi uterus menghambat involusi dan
terjadi pengeluaran lochea yang berkepanjangan
d.
Perhatikan
kemungkinan infeksi ditempat lain, misalnya infeksi di saluran nafas, mastitis
dan saluran kencing
Rasional : Infeksi ditempat lain memperburuk keadaan
e.
Berikan perawatan perineal, dan pertahankan
agar pembalut Jangan sampai terlalu basah
Rasional : pembalut yang terlalu basah bisa
menyebabkan iritasi dan dapat menjadi media untuk pertumbuhan bakteri,
peningkatan resiko infeksi
f.
Kolaborasi
dengan tim medis dengan pemberian zat besi dan antibuotika.
Rasional : Anemi memperberat keadaan dan antibiotika
yang tepat diperlukan untuk keadaan infeksid.
d.
Defisit
perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : Kebutuhan akan aktifitas fisik pasie
terpenuhi
Kriteria hasil :
- Pasien dapat melakukan aktivitas
dengan bantuan
- Pasien menyatakan
kenyamanan terhadap kemempuan melakukan aktivitas
- Klien terbebasdari bau
badan
Rencana
tindakan keperawatan
a.
Monitor
kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
Rasional : Kemampuan pasien dalam perawatan diri dan
meningkatakan rasa percaya diri
b.
Mitor
kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian
berhias, toileting dan makan.
Rasional : Membantu meningkakan kemampuan aktivitas
pasien
c.
Sediakan bantuan sampai klien mampu scara utuh
untuk melakukan selfcare
Rasional : Meningkatakan kemampuan melakukan perawatan
diri mandiri yang optimal sesuai kemampuan.
d.
Dorong
untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu
melakukannya
Rasional : Kemampuan individu untuk meningkatkan rasa
percaya diri
e.
Ajarkan
klien atau keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya
jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
Rasional
: Memberikan dukungan kepada keluarga dan pasien dalamperawatan diri yang
mandiri
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kami dapat menyimpulkan bahwa
perlukaan pada jalan lahir, sebagai akibat persalinan, terutama pada seorang
primipara. Baik itu berupa robekan perinium, robekan serviks atau rupture
uteri. Hal ini dapat diatasi apabila seorang tenaga kesehatan dapat
mengelolanya dengan baik.
B.
Saran
Diharapakan
mampu mengerti tentang robekan jalan lahir dan dapat memberikan pelayanan yang
terbaik bagi klien serta mampu memberikan asuhan secara komprehensif.
Daftar
Pustaka
Mohammad Hakim, PhD, 1990, Harry Oxon Ilmu
Kebidanan Patologis dan Fisiologi Persalinan, Human Labor and Birth,
Yayasan Essentia Medica
Mochtar, R, 1998, Sinopsis Obstetri, EGC,
Jakarta
A. Budi Marjono, 1999, Cakul, Obgin Plus +
FKUI, Catatan Kuliah Obstetri Ginekologi, Edisi Pertama
0 comments: