BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Krisis ekonomi yang berkepanjangan
telah menyebabkan meningkatnya jumlah penderita penyakit jiwa, terutama
gangguan kecemasan. Berbagai macam krisis yang terjadi sebenarnya bukan krisis
ekonomi sebagai pangkal masalahnya, melainkan mendasar pada kesehatan mental
bangsa ini sendiri. Minimnya perhatian terhadap kesehatan mental bangsa
termanifestasi dalam begitu banyak masalah yang disebut krisis multidimensional.
Pernyataan ini dinyatakan dengan jelas oleh dr. Danardi Sosrosumihardjo,
Sp.K.J., dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI)
dalam konferensi pers Konvensi Nasional Kesehatan Jiwa ke-2, yang bertema
“Kesehatan Jiwa Masyarakat, Kesehatan Jiwa Bangsa,” pada hari Kamis (9/ 10) di
Jakarta.
Pernyataan ini bukanlah tanpa dasar.
Krisis ekonomi yang terus berkepanjangan ternyata meninggalkan kisah-kisah
menyedihkan dengan meningkatnya jumlah penderita ganngguan jiwa, terutama jenis
anxietas (gangguan kecemasan). Gejala gangguan kesehatan mental yang mencakup
mulai dari gangguan kecemasan, depresi, panik hingga gangguan jiwa yang berat
seperti Schizoprenia hingga pada tindakan bunuh diri, semakin mewabah di tengah
masyarakat. Dari sekian jumlah penderita yang ada baru 8% yang mendapatkan
pengobatan yang memadai. Sedangkan selebihnya tidak tertangani.
Masalah gangguan jiwa yang
menyebabkan menurunnya kesehatan mental ini ternyata terjadi hampir di seluruh
negara di dunia. WHO (World Health Organization) badan dunia PBB yang menangani
masalah kesehatan dunia, memandang serius masalah kesehatan mental dengan
menjadikan isu global WHO. WHO mengangkat beberapa jenis gangguan jiwa seperti
Schizoprenia, Alzheimer, epilepsy, keterbelakangan mental dan ketergantungan
alkohol sebagai isu yang perlu mendapatkan perhatian.
Di Indonesia jumlah penderita
penyakit jiwa berat sudah cukup memprihatinkan, yakni mencapai 6 juta orang
atau sekitar 2,5% dari total penduduk. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan
Mental Rumah Tangga (SKMRT) pada tahun 1985 yang dilakukan terhadap penduduk di
11 kotamadya oleh Jaringan Epidemiologi Psikiatri Indonesia, ditemukan 185 per
1.000 penduduk rumah tangga dewasa menunjukkan adanya gejala gangguan kesehatan
jiwa baik yang ringan maupun berat. Dengan analogi lain bahwa satu dari lima
penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa dan mental. Sebuah fenomena angka
yang sangat mengkhawatirkan bagi sebuah bangsa.
B.
Tujuan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah agar dapat:
1.
Membedakan antara ansietas normal dengan ansietas yang dialami pada gangguan
ansietas
2.
Membedakan antara ansietas, takut, dan stres
3.
Menjelaskan akibat positif dan negatif ansietas
4.
Menjelaskan tingkat ansietas dengan perubahan prilaku yang terkait dengan
setiap tingkat tersebut
5.
Mendiskusikan penggunaan mekanisme pertahanan oleh individu yang mengalami
gangguan ansietas
6.
Menjelaskan teori etiologi terbaru tentang gangguan ansietas mayor
7.
Menerapkan proses keperawatan pada perawatan klien yang mengalami ansietas dan
gangguan terkait stres
8.
Memberi penyuluhan kepada klien, keluarga, pemberi perawatan, dan anggota
masyarakat untuk meningkatkan pemahaman tentang ansietas dan gangguan terkait
stres
C.
Ruang lingkup
Ruang lingkup dari pembahasan
makalah ini adalah mengenai gangguan ansietas yang dialami oleh klien,
perbedaan antara ansietas, takut, dengan stres, akibat dari ansietas itu
sendiri baik dari sisi positif dan negatifnya, tingkat ansietas, hingga
pembahasan mengenai proses keperawatan yang tepat untuk diimplementasikan
kepada klien dengan gangguan ansietas dan gangguan terkait dengan stres, serta
penyuluhan untuk meningkatkan pemahaman tentang ansietas dan gangguan terkait
stres
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
1.
“Anxietas adalah perasaan yang difius, yang sangat tidak menyenangkan, agak
tidak menentu dan kabur tentang sesuatu yang akan terjadi. Perasaan ini
disertai dengan suatu atau beberapa reaksi badaniah yang khas dan yang akan
datang berulang bagi seseorang tertentu. Perasaan ini dapat berupa rasa
kosong di perut, dada sesak, jantung berdebar, keringat berlebihan, sakit
kepala atau rasa mau kencing atau buang air besan. Perasaan ini disertai dengan
rasa ingin bergerak dan gelisah. “ ( Harold I. LIEF) “Anenvous condition
of unrest” ( Leland E. HINSIE dan Robert S CAMBELL)
2.
“Anxietas adalah perasaan tidak senang yang khas yang disebabkan oleh dugaan
akan bahaya atau frustrasi yang mengancam yang akan membahayakan rasa aman,
keseimbangan, atau kehidupan seseorang individu atau kelompok biososialnya.” (
J.J GROEN)
B.
Gejala umum anxietas
1.
Gejala psikologik:
Ketegangan, kekuatiran, panik, perasaan tak nyata, takut mati , takut ”gila”, takut kehilangan kontrol dan sebagainya.
Ketegangan, kekuatiran, panik, perasaan tak nyata, takut mati , takut ”gila”, takut kehilangan kontrol dan sebagainya.
2.
Gejala fisik:
Gemetar, berkeringat, jantung berdebar, kepala terasa
ringan, pusing, ketegangan otot, mual, sulit bernafas, baal, diare, gelisah,
rasa gatal, gangguan di lambung dan lain-lain. Keluhan yang dikemukakan pasien
dengan anxietas kronik seperti: rasa sesak nafas; rasa sakit dada;
kadang-kadang merasa harus menarik nafas dalam; ada sesuatu yang menekan dada;
jantung berdebar; mual; vertigo; tremor; kaki dan tangan merasa kesemutan; kaki
dan tangan tidak dapat diam ada perasaan harus bergerak terus menerus; kaki
merasa lemah, sehingga berjalan dirasakan beret; kadang- kadang ada gagap dan
banyak lagi keluhan yang tidak spesifik untuk penyakit tertentu. Keluhan yang
dikemukakan disini tidak semua terdapat pada pasien dengan gangguan anxietas
kronik, melainkan seseorang dapat saja mengalami hanya beberapa gejala 1
keluhan saja. Tetapi pengalaman penderitaan dan gejata ini oleh pasien yang
bersangkutan biasanya dirasakan cukup gawat.
C.
Faktor Predisposisi
1.
Teori Psikoanalitik
Menurut freud,struktur kepribadian terdiri dari 3
elemen yaitu “ID, EGO Dan SUPER EGO”. Ego melambangkan dorongaqn insting dan
impuls primitif. Super ego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan
oleh norma-norma budaya seseorang , sedangkan Ego digambarkan sebagai mediator
antara tuntutan dari ID dan Super Ego.
2.
Teori Interpersonal
Anxietas terjadi dari ketakutan akan penolakan
interpersonal. Hal ini juga dihubungkan akan trauma pada masa pertumbuhan,
seperti kehilangan, perpisahan individu yang mempunyai harga diri rendah
biasanya sangat mudah mengalami anxietas yang berat.
3.
Teori Perilaku
Anxietas merupakan hasil frustasi dari segala sesuatu
yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.teori
ini meyakini bahwa manusia yang pada awal kehidupannya dihadapkan pada rasa
takut yang berlebihan akan menunjukkan kemungkinan anxietas yang berat pada
kehidupan masa dewasanya.
D.
Penggolongan Anxietas
1.
Anxietas ringan
Ansietas ringan adalah perasaan
bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi
sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar,
bertindak, menyelesaikan masalah, merasakan, dan melindungi dirinya sendiri.
Anxietas ringan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan
sehari-hari. Pada tingkat ini lahan persepsi melebar dan individu akan
berhati-hati dan waspada.
a.
Respon Fisiologis
Sesekali
nafas pendek
Nadi dan
tekanan darah naik
Gejala
ringan pada lambung
Muka
berkerut dan bibir bergetar
Ketegangan
otot ringan
Rileks
atau sedikit gelisah
b.
Respon Kognitif
Mampu
menerima rangsang yang kompleks
Konsentrasi pada masalah
Menyelesaikan
masalah secara efektif
Perasaan
gagal sedikit
Waspada
dan memperhatikan banyak hal
Terlihat
tenang dan percaya diri
Tingkat
pembelajaran optimal
c.
Respon Perilaku dan Emosi
Tidak
dapat duduk tenang
Tremor
halus pada tangan
Suara
kadang-kadang meninggi
Sedikit
tidak sabar
Aktivitas
menyendiri
2.
Anxietas Sedang
Ansietas sedang merupakan perasaan yang mengganggu
bahwa ada sesuatu yang benar-benar berbeda, individu menjadi gugup atau
agitasi. Misalnya, seorang wanita mengunjungi ibunya untuk pertama kali dalam
beberapa bulan dan merasa bahwa ada sesuatu yang sangat berbeda. Ibunya
mengatakan bahwa berat badannya turun banyak tanpa ia berupaya menurunkannya.
Pada tingkat ini lahan persepsi terhadap lingkungan menurun, individu lebih
memfokuskan pada hal yang penting saat itu dan mengesampingkan hal yang lain.
a.
Respon fisiologis
Ketegangan
otot sedang
Tanda-tanda vital meningkat
Pupil
dilatasi, mulai berkeringat
Sering
mondar-mandir, memukulkan tangan
Suara
berubah: suara bergetar, nada suara tinggi
Kewaspadaan dan ketegangan meningkat
Sering
berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyari punggung
b.
Respon kognitif
Lapang
persepsi menurun
Tidak
perhatian secara selektif
Fokus
terhadap stimulus meningkat
Rentang
perhatian menurun
Penyelesaian masalah menurun
Pembelajaran berlangsung dengan memfokuskan
c.
Respon prilaku dan emosi
Tidak
nyaman
Mudah
tersinggung
Kepercayaan diri goyah
Tidak
sadar
gembira
3.
Ansietas berat
Ansietas berat dialami ketika
individu yakin bahwa ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman; ia
memperlihatkan respon takut dan distres. Ketika individu mencapai tingkat
tertinggi ansietas, panik berat, semua pemikiran rasional berhenti dan individu
tersebut mengalami respon fight, flight atau freeze-yakni, kebutuhan untuk
pergi secepatnya, tetap ditempat dan berjuang, atau menjadi beku atau
tidak dapat melakukan sesuatu.
a.
Respon fisiologis
Ketegangan
otot berat
Hiperventilasi
Kontak
mata buruk
Pengeluaran keringat meningkat
Bicara
cepat, nada suara tinggi
Tindakan
tanpa tujuan dan serampangan
Rahang
menegang, menggetakkan gigi
Kebutuhan
ruang gerak meningkat
Mondar-mandir, berteriak
Meremas
tangan, genetar
b.
Respon kognitif
Lapang
persepsi terbatas
Proses
berfikir terpecah-pecah
Sulit
berfikir
Penyelesaian masalah buruk
Tidak
mampu mempertimbangkan informasi
Hanya
memerhatikan ancaman
Preokupasi
dengan pikiran sendiri
Egosentris
c.
Respon prilaku dan emosi
Sangat
cemas
Agitasi
Takut
Bingung
Merasa
tidak adekuat
Menarik
diri
Penyangkalan
Ingin
bebas
E.
Bentuk Gangguan Anxietas
1.
Gangguan Panik
Serangan panik adalah suatu episode
ansietas yang cepat, intens, dan meningkat, berlangsung 15-30 menit, ketika
individu mengalami ketakutan emosional yang besar juga ketidaknyamanan
fisiologis. Diagnosis gangguan panik ditegakkan ketika individu mengalami
serangan panik berulang dan tidak diharapkan yang diikuti oleh rasa khawatir
yang menetap sekurang-kurangnya satu bulan bahwa ia akan mengalami serangan
panik berikutnya atau khawatir tentang makna serangan panik, atau perubahab prilaku
yang signifikan terkait dengan serangan panik, saat gejala-gejala tersebut
bukan akibat penyalahgunaan zat atau gangguan jiwa lain. Sedikitnya lebih dari
75% individu dengangangguan panik mengalami serangan awal spontan tanpa ada
pemicu dari lingkungan. Sisanya mengalami serangan panik yang distimulasi oleh
stimulus fobia atau karena berada di bawah pengaruh zat yang mengubah sistem
saraf pusat dan menstimulasi respon hormonal, organ, tanda vital yang sama,
yamg terjadi pada serangan panik. Setengah dari individu yang mengalami
serangan panik juga mengalami agorafobia.
Ada dua kriterla Gangguan panik :
gangguan panik tanpa agorafobia dan gangguan panik dengan agorofobia kedua
gangguan panik ini harus ada serangan panic
F.
Gambaran Klinis
Serangan panik pertama seringkali
spontan, tanpa tanda mau serangan panik, walaupun serangan panik kadang-kadang
terjadi setelah luapan kegembiraan, kelelahan fisik, aktivitas seksual atau
trauma emosional. Klinisi harus berusaha untuk mengetahui tiap kebiasaan
atau situasi yang sering mendahului serangan panik. Serangan sering
dimulai dengan periode gejala yang meningkat dengan cepat selama 10 menit.
Gejala mental utama adalah ketakutan yang kuat, suatu perasaan ancaman kematian
dan kiamat. Pasien biasanya tidak mampu menyebutkan sumber ketakutannya. Pasien
mungkin merasa kebingungan dan mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian.
Tanda fisik adalah takikardia, palpitasi, sesak nafas dan berkeringat. Pasien
seringkali mencoba untuk mencari bantuan. Serangan biasanya berlangsung 20
sampai 30 menit.
Agorafobma : pasien dengan agorafobia akan menghindari situasi dimana ia akan sulit mendapatkan bantuan. Pasien mungkin memaksa bahwa mereka harus ditemani setiap kali mereka keluar rumah.
Agorafobma : pasien dengan agorafobia akan menghindari situasi dimana ia akan sulit mendapatkan bantuan. Pasien mungkin memaksa bahwa mereka harus ditemani setiap kali mereka keluar rumah.
G.
Gejala Penyerta
Gejala depresi seringkali ditemukan
pada serangan panik dan agorafobia, pada beberapa pasien suatu gangguan depresi
ditemukan bersama-sama dengan gangguan panik. Penelitian telah menemukan
bahwa resiko bunuh diri selama hidup pada orang dengan gangguan panik adalah
lebih tinggi dibandingkan pada orang tanpa gangguan mental.
H.
Diagnosa Banding
1.
Penyakit kardiovaskuler : anemia, hipertensi, infark iniokardium, dsb.
2.
Penyakit pulmonum : asma, hiperventilasi, emboli paru-paru.
3.
Penyakit neurologis : penyakit serebrovaskular, epilepsi, inigrain, tumor, dsb.
4.
Penyakit endokrin : diabetes, hipertroidisme, hipoglikemi, sindroma
pramestruasi, gangguan menopause, dsb.
lntoksikasi obat, putus obat.
lntoksikasi obat, putus obat.
5.
Kondisi lain : anafilaksis, gangguan elektrolit, keracunan logam berat, uremia
dsb
Pedoman Diagnosis Agrafobia
Kecemasan berada di dalam suatu tempat atau situasi dimana kemungkinan sulit
meloloskan diri
Situasi dihindari, misal jarang bepergian
Kecemasan atau penghindaran fobik bukan karena gangguan mental lain, misal
fobia sosial
Pedoman Diagnostik Gangguan Panik
Serangan panik rekuren dan tidak diharapkan
Sekurangnya satu serangan , diikuti satu atau lebih : kekawatiran menetap akan
mengalami serangan tambahan, ketakutan tentang arti serangan, perubahan
perilaku bermakna berhubungan dengan serangan
Serangan panik bukan karena efek fisiologis langsung atau suatu kondisi medis umum
Serangan panik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain. misal
gangguan obsesif - kompulsif.
Gangguan panik bisa dengan agorafobia atau tanpa agorafobia.
Terapi
Konseling dan medikasi.
Konseling: ajari pasien untuk diam ditempat sampai serangan panik berlalu, konsentrasikan diri untuk mengatasi anxietas bukan pada gejala fisik, rileks, latihan pernafasan. Identifikasikan rasa takut selama serangan. Diskusikan cara menghadapi rasa takut saya tidak mengalami serangan jantung, hanya panik, akan berlalu.
Konseling: ajari pasien untuk diam ditempat sampai serangan panik berlalu, konsentrasikan diri untuk mengatasi anxietas bukan pada gejala fisik, rileks, latihan pernafasan. Identifikasikan rasa takut selama serangan. Diskusikan cara menghadapi rasa takut saya tidak mengalami serangan jantung, hanya panik, akan berlalu.
Medikasi : banyak pasien tertolong melalui konseling dan tidak
membutuhkan medikasi. Bila serangan sering dan berat, atau secara bermakna
dalam keadaan depresi beri antidepresan (imipramin 25 mg malam hari, dosis bisa
sampai 100 150 mg malam selama 2 minggu ). Bila serangan jarang dan terbatas
beri anti anxietas, jangka pendek (lorazepam 0,5 1 mg 3 dd 1 atau alprazolam
0,25 1 mg 3 dd 1) hindari pemberian jangka panjang dan pemberian medikasi yang
tidak perlu.
I.
Gangguan fobik
Penelitian epidemiologis di Amerika Serikat menemukan
5 10 persen populasi menderita gangguan ini. FOBIA adalah suatu
ketakutan yang tidak rasional yang menyebabkan penghindaran yang disadari
terhadap obyek, aktivitas, atau situasi yang ditakuti.
Fobia spesifik: takut terhadap binatang, badai, ketinggian, penyakit, cedera, dsb
Fobia sosial: takut terhadap rasa memalukan di dalam berbagai lingkungan sosial seperti berbicara di depan umum, dsb
Fobia spesifik: takut terhadap binatang, badai, ketinggian, penyakit, cedera, dsb
Fobia sosial: takut terhadap rasa memalukan di dalam berbagai lingkungan sosial seperti berbicara di depan umum, dsb
Pedoman Diagnostik
Rasa takut yang jelas, menetap dan berlebihan atau tidak beralasan (obyek
/situasi)
Pemaparan dengan stimulus fobik hampir selalu mencetuskan kecemasan
Menyadari bahwa rasa takut adalah berlebihan
Situasi fobik dihindari
Terapi
Konseling dan medikasi: dorong pasien untuk dapat
mengatur pernafasan, membuat daftar situasi yang ditakuti atau dihindari,
diskusikan cara-cara menghadapi rasa takut tersebut. Dengan konseling banyak
pasien tidak membutuhkan medikasi. Bila ada depresi bisa diberi antidepresan
lmipramin 50 150 mg/ hari. Bila ada anxietas beri antianxietas dalam waktu
singkat, karena bisa menimbulkan ketergantungan. Beta blokerdapat mengurangi
gejala fisik. Konsultasi spesialistik bila rasa takut menetap.
J.
Gangguan Obsesif – Kompulsif
Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif-kompulsif
pada populasi umum diperkirakan adalah 2-3 persen.
OBSESIF adalah pikiran, perasaan, ide yang berulang, tidak bisa dihilangkan dan tidak dikehendaki.
KOMPULSIF adalah tingkah-laku yang berulang, tidak bisa dihilangkan dan tidak dikehendaki.
OBSESIF adalah pikiran, perasaan, ide yang berulang, tidak bisa dihilangkan dan tidak dikehendaki.
KOMPULSIF adalah tingkah-laku yang berulang, tidak bisa dihilangkan dan tidak dikehendaki.
Pedoman Diagnosis
= Pikiran, impuls, yang berulang
= Perilaku yang berulang
= Menyadari bahwa obsesif-kompulsif adalah berlebihan atau tidak beralasan
= Obsesif-kompulsif menyebabkan penderitaan
= Tidak disebabkan oleh suatu zat atau kondisi medis umum.
= Perilaku yang berulang
= Menyadari bahwa obsesif-kompulsif adalah berlebihan atau tidak beralasan
= Obsesif-kompulsif menyebabkan penderitaan
= Tidak disebabkan oleh suatu zat atau kondisi medis umum.
Diagnosi Banding
Kondisi fisik
- Gangguan neurologis (epilepsi lobul temporalis, komplikasi trauma, dsb)
Kondisi psikiatrik
- Skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, fobia, gangguan depresif.
- Gangguan neurologis (epilepsi lobul temporalis, komplikasi trauma, dsb)
Kondisi psikiatrik
- Skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, fobia, gangguan depresif.
Terapi
Konseling dan medikasi : mengenali, menghadapi,
menantang pikiran yang berulang dapat mengurangi gejala obsesd, yang pada
akhirnya mengurangi perilaku kompulsif. Latihan pernafasan. Bicarakan apa yang
akan dilakukan pasien untuk mengatasi situasi, kenali dari perkuat hal yang
berhasil mengatasi situasi. Bila diperlukan bisa diberi Klomipramin 100 - 150
mg, atau golongan Selected Serotonin Reuptake Inhibitors.
Konsultasi spesialistik bila kondisi tidak berkurang atau menetap.
Konsultasi spesialistik bila kondisi tidak berkurang atau menetap.
K. Ganguan
Stres Pasca – Trauma
Pasien dapat diklasifikasikan mendenta gangguan stres
pasca-trauma, bila mereka mengalami suatu stres yang akan bersifat traumatik
bagi hampir semua orang. Trauma bisa berupa trauma peperangan, bencana alam,
penyerangan, pemerkosaan, kecelakaan.
Gangguan stres-pasca trauma terdiri dari: - pengalaman
kembali trauma melalui mimpi dan pikiran, penghindaran yang persisten oleh
penderita terhadap trauma dan penumpulan responsivitas pada penderita tersebut,
kesadaran berlebihan dan persisten. Gejala penyerta yang sering dan gangguan
stres pasca-trauma adalah depresi, kecemasan dan kesulitan kognitif(contoh
pemusatan perhatian yang buruk)
Prevalensi seumur hidup gangguan stres pasaca-trauma
diperkirakan I sampai 3 persen populasi umum, 5 sampai 15 persen mengalami
bentuk gangguan yang subklinis. Walaupun gangguan stres pasca-trauma dapat
terjadi pada setiap usia, namun gangguan paling menonjol pada usia dewasa muda.
Pedoman Diagnostik
Telah terpapar dengan peristiwa traumatik, didapati:
o
mengalami, menyaksikan, dihadapkan dengan peristiwa yang berupa ancaman
kematian, atau kematian yang sesungguhanya atau cedera yang serius,atau ancaman
integritas fisik diri sendiri atau orang lain
o
respon berupa rasa takut yang kuat, rasa tidak berdaya
Keadan traumatik secara menetap dialami kembali dalam satu atau lebih cara
berikut:
o
rekoleksi yang menderitakan, rekuren dan mengganggu tentang kejadian
o
Mimpi menakutkan yang berulang tentang kejadian
o
berkelakuan atau merasa seakan-akan kejadian traumatik terjadi kembali
o
penderitaan psikologis yang kuat saat terpapar dengan tanda internal atau
eksternal yang menyimbolkan atau menyerupai suatu aspek kejadian traumatik
o
reaktivitas psikologis saat terpapar dengan tanda internal atau eksternal yang
menyimbolkan atau menyerupai aspek kejadian traumatik
Penghindaran stimulus yang persisten yang berhubungan dengan trauma
Gejala menetap, adanya peningkatan kesadaran , seperti dua atau lebih berikut:
kesulitan tidur, irritabilitas, sulit konsentrasi, kewaspadaan berlebihan, respon kejut
yang berlebihan.
kesulitan tidur, irritabilitas, sulit konsentrasi, kewaspadaan berlebihan, respon kejut
yang berlebihan.
Lama gangguan gejala B,C,D adalah lebih dari satu bulan.
Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
L.
Gangguan Stres Akut
Suatu gangguan sementara yang cukup parah yang terjadi
pada seseorang tanpa adanya gangguan jiwa lain yang nyata, sebagai respons
terhadap stres fisik maupun mental yang luar biasa dan biasanya menghilang
dalam beberapa jam atau hari. Stresornya dapat berupa pengalaman traumatik yang
luar biasa . Kerentanan individu dan kemampuan menyesuaikan diri memegang
peranan dalam terjadinya dan keparahannya suatu reaksi stres akut.
Pedoman Diagnostik
Harus ada kaitan waktu yang langsung dan jelas antara
terjadinya pengalaman stresor luar biasa dengan onset dan gejala. Onset
biasanya setelah beberapa menit atau bahkan segera setelah kejadian. Selain itu
ditemukan (a) terdapat gambaran gejala campuran yang biasanya berubah-ubah;
selain gejala permulaan berupa keadaan “ terpaku” , semua gejala berikut
mungkin tampak: depresif, anxietas, kemarahan, kekecewaan, overaktif dan
penarikan diri, akan tetapi tidak satupun dan jenis gejala tersebut yang
mendominasi gambaran klinisnya untuk waktu lama. (b) pada kasus-kasus yang
dapat dialihkan dan stresomya, gejala-gejalanya dapat menghilang dengan cepat
(dalam beberapa jam); dalam hal dimana stres tidak dapat dialihkan,
gejala-gejala biasanya baru mulai mereda setelah 24 - 48 jam dan biasanya
menghilang setelah 3 hari.
M. Gangguan
Anxietas Menyeluruh
Gambaran esensial dan gangguan ini adalah adanya
anxietas yang menyeluruh dan menetap (bertahan lama), Gejala yang dominant
sangat bervariasi, tetapi keluhan tegang yang berkepanjangan, gemetaran,
ketegangan otot, berkeringat, kepala terasa ringan, palpitasi, pusing kepala
dan keluhan epigastnik adalah keluhankeluhan yang lazim dijumpai. Ketakutan
bahwa dirinya atau anggota keluarganya akan menderita sakit atau akan mengalami
kecelakaan dalam waktu dekat, merupakan keluhan yang seringkali diungkapkan
Pedoman Diagnostik
Pasien harus menunjukan gejala primer anxietas yang
berlangsung hampir setiap hari selama beberapa minggu, bahkan biasanya sampai
beberapa bulan. Gejala-gejala ini biasanya mencakup hal-hal berikut : kecemasan
tentang masa depan, ketegangan motorik, overaktivitas otonomik
Terapi
Konseling dan medikasi: informasikan bahwa stres dan
rasa khawatir keduanya mempunyai efek fisik dan mental. Mempelajari
keterampilan untuk mengurangi dampak stres merupakan pertolongan yang paling
efektif. Mengenali, menghadapi dan menantang kekhawatiran yang berlebihan dapat
mengurangi gejala anxietas. Kenali kekhawatiran yang berlebihan atau pikiran
yang pesimistik. Latihan fisik yang teratur sering menolong. Medikasi merupakan
terapi sekunder, tapi dapat digunakan jika dengan konseling gejala
menetap. Medikasi anxietas : misal Diazepam 5 mg malam hari, tidak lebih
dari 2 minggu, Beta bloker dapat membantu mengobati gejala fisik, antidepresan
bila ada depresi. Konsultasi spesialistik bila anxietas berat dan berlangsung
lebih dan 3 bulan.
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Pengkajian ditujukan pada fungsi fisiologis dan
perubahan perilaku melalui gejala atau mekanisme koping sebagai pertahanan
terhadap kecemasan.
A. Kaji faktor predisposisi
Faktor predisposisi
adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat menyebabkan timbulnya
kecemasan seperti:
a.
peristiwa traumatic yang dapat memicu terjadinya kecemasandengan krisis yang
dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional.
b.
konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik.
Konflik antara id dan super ego atau antara keinginan dan kenyataan dapat
menimbulkan kecemasan pada individu.
c.
konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara
realistissehingga akan menimbulkan kecemasan.
d.
frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang
berdampak terhadap ego.
e.
gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap
integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.
f.
pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani setres akan
mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola
mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.
g.
riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respon individu
dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.
h.
medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang
mengandung benzodiepin, karena benzodizepin dapat menekan neurotrasmiter gamma
amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang
bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.
B. kaji stressor presipitasi
Stressor presipitasi
adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya
kecemasan. Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian:
a.Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang
mengancam integritas fisik meliputi:
Sumber internal, mrliputi kegagalan mekanisme fisiologis system imun, regulasi
suhu tubuh, perubahan biologis normal (mis.hamil)
Sumber eksternal, meliputi paparan terhadapinfeksi virus dan bakteri, polutan
lingkungan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.
b. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber
internal dan eksternal.
Sumber internal: kesulitan dalam berhubungan interpersonal dirumah dan di tempat
kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas
fisik juga dapat mengancanm harga diri.
Sumber eksternal: kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status
pekerjaan, tekanan kelompok, social budaya.
C. kaji perilaku
Secara langsung kecemasan dapat di
ekspresikan melalui respon fisiologis dan psikologis dan secara tidak langsung
melalui pengambangan mekanisme koping sebagai pertahanan melawan kecemasan.
Respon fisiologis.
Mengaktifkan system saraf otonom(simpatis dan
parasimpatis)
Respon psikologologis.
Kecemasan dapat mempengaruhi aspek intrapersonal
maupun personal.
Respon kognitif.
Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan berpikir baik
proses pikir maupun isis pikir, diantaranya adalah tidak mampu memperhatikan,
konsentrasi menurun, mudah lupa, menurunya lapangan persepsi, bingung.
Respon afektif.
Klien akan mengekspresikan dalam bentuk kebingungan
dan curiga berlebihan sebagai reaksi emosi terhadap kecemasan.
D. kaji penilaian terhadap stressor
E. kaji sumber dan mekanisme koping
F. rentang perhatian menurun
G. gelisah, iritabilitas
H. control impuls buruk
I. perasaan tidak nyaman, ketakutan, atau tidak
berdaya
J. deficit lapangan persepsi
K. penurunan kemampuan berkomunikasi secara verbal
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Panik yang berhubungan dengan penolakan keluarga karena bingung dan gagal
mengambil keputusan.
Kecemasan berat yang berhubungan dengan konflik perkawinan.
Kecemasan sedang berhubungan dengan tekanan financial.
Ketidakefektifan koping individu yang berhubungan dengan kematian saudara
kandung.
Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan dampak anak sakit.
Ketakutan berhubungan dengan rencana pembedahan.
INTERVENSI KEPERAWATAN
DX 1: panik berhubungan dengan penolakan keluarga
karena bingung dan gagal mengambil keputusan.
Kriteria hasil:
Klien tidak akan menciderai diri sendiri dan orang lain.
Klien akan berkomunikasi dengan efektif.
Klien akan menyampaikan pengetahuan tentang gangguan panik.
Klien akan mengungkapkan rasa ppengendalian diri.
Intervensi:
Bantu klien berfokus pada pernapasan lambat dan melatihnya bernapas secara
ritmik.
Bantu klien mempertahankan kebiasaan makan teratur dan seimbang.
Identifikasi gejala awal dan ajarkan klien melakukan perilaku distraksi
seperti: berbicara kepada orang lain, melibatkannya dalam aktivitas fisik.
Bantu klien melakukan bicara pada diri sendiri positif yang direncanakan
sebelumnya dan telah terlatih.
Libatkan klien dalam mempelajari cara mengurangi stressor dan situasi yang
menimbulkan ansietas.
DX 2: kecemasan berat berhubungan dengan konflik
perkawinan.
kriteria hasil:
Klien mendiskusikan tentang perasaan cemasnya.
Klien mengidentifikasi respon terhadap stress.
Klien mendiskusiksn suatu topik ketika bertemu dengan perawat.
Intervensi:
Eksplorasi perasaan cemas klien, perlihatkan diri sebagai orang yang hangat,
,menjadi pendengar yang baik.
Bantu klien mengenali perasaan cemas dan menyadari nilainya.
Melakukan kominikasi dengan teknik yang tepat dan dimulai dari topic yang
ringan.
Bantu kilen mengidentifikasi respon terhadap sters.
DX 3: ketidakefektifan koping individu berhubungan
dengan kematian saudara kandung.
Kriteria hasil:
Klien memiliki koping terhadap ancaman.
Strategi koping positif.
Untuk mengetahui sebab biologis.
Klien melakukan aktifitas seperti biasanya.
Intrvensi:
Dorong klien untuk menggunakan koping adaftif dan efektif yang telah berhasil
digunakan pada masa lampau.
Bantu kien melihat keadaan saat ini dan kepuasan mencapai tujuan.
Bantu klien untuk menentukan strategi koping positif.
Konseling dan penyuluhan keluarga ataun orang terdekat tentang penyebab
biologis.
Dorong klien untuk melakukan aktifitas yang disukainya, hal ini akan membatasi
klien untuk menggunakan mekanisme koping yang tidak adekuat.
DX 4: ketakutan yang berhubungan dengan rencana
pembedahan.
Kriteria hasil:
Meningkatkan kesadaran diri klien.
Klien merasakan tenang dan nyaman dengan lingkungannya.
Klien memahami rasa takutnya ekstrim dan berlebihan.
Intervensi:
Perawat harus dapat menyadari perasaan cemasnya, membuka perasaan cemasnya dan
menangani secara konstruktif dan gunakan cara yang dilakukan perawat secara terapeutik
untuk membantu mengatasi kecemasan klien.
Fasilitasi lingkungan dengan stimulus yang minimal, tenang dan membatasi
interaksi dengan orang lain atau kurangi kontak dengan penyebab stresnya.
Berikan alternatif pilihan pengganti, tidak mengonfrontasi dengan objek yang
ditakutinya, tidak ada argument, tidak mendukung fobianya, terapkan batasan
perilaku klien untuk membantu mencapai kepuasan dengan aspek lain.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Ganggauan ansietas adalah sekelompok
kondisi yang memberi gambaran penting tentang ansietas yang berlebihan,
disertai respon perilaku, emosional dan fisiologis. Gangguan ansietas memiliki
banyak manifestasi, tetapi ansietas adalah gambaran utama pada gangguan berikut
ini (DSM-IV-TR,2000):
Gangguan panik dengan atau tanpa agrofobia.
Gangguan fobia: sosial atau spesifik.
Gangguan obsesif-kompulsif (ocd).
Gangguan stres pascatrauma.
Gangguan stres akut.
Gangguan ansietas umum.
Gangguan ansietas akibat kondisi medis.
Gangguan ansietas akibat zat.
Kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang
spesifik yang secara subjektif di alami dan dikomunikasikan secara
interversonal. Hal ini bisa di kaji dengan melihat stresos predisposisi dan
stresor presipitasi dan faktor yang lainnya. Sehingga kita sebagai seorang
perawat bisa menerapkan proses keperawatan pada klien dengan gangguan ansietas.
DAFTAR PUSTAKA
Videbeck,Sheila L.Buku Ajar Keprawatan Jiwa.EGC,Jakarta
Suliswati,dkk.Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan
Jiwa.EGC,Jakarta
PROSES
TERJADINYA MASALAH
1.
Pengertian
Ansietas sangat
berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini
tidak memiliki objek yang spesifik. Kondisi dialami secara subjektif dan
dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Ansietas sedang adalah respon
emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan
untuk bertahan hidup, tetapi tingkat ansietas yang parah tidak sejalan dengan kehidupan.
Perasaan tidak
nyaman atau ketakutan yang tidak jelas dan gelisah disertai
dengan respon otonom (sumber terkadang tidak sepesifik atau tidak diketahui
oleh individu), perasan yang was-was untuk mengatasi bahaya. Ini merupakan
sinyal peringatan akan adanya bahaya dan memungkinkan individu untuk mengambil
langkah untuk menghadapi.
Spielberger (1966) dalam Slameto (2003 : 185)
membedakan kecemasan atas dua bagian; kecemasan sebagai suatu sifat (trait
anxiety), yaitu kecenderungan pada diri seseorang untuk merasa terancam oleh
sejumlah kondisi yang sebenarnya tidak berbahaya, dan kecemasan sebagai suatu
keadaan (State Anxiety), yaitu suatu keadaan atau kondisi emosional sementara
pada diri seseorang yang ditandai dengan perasaan tegang dan kekhawatiran yang
dihayati secara sadar serta bersifat subyektif, dan meningginya sistem saraf
otonom. Sebagai suatu keadaan, kecemasan biasanya berhubungan dengan
situasi-situasi lingkungan yang khusus, misalnya situasi tes.
Kecemasan/anxiety dan kegelisahan/restlessness
merupakan salah satu masalah yang banyak mendapat perhatian dan penelitian para
sufi maupun para ahli psikologi. Cemas dan
gelisah adalah bentuk ketakutan diri terhadap hal-hal yang belum tentu terjadi.
Perasaan cemas biasanya muncul manakala seseorang berada dalam suatu keadaan
yang ia duga akan merugikan dan mengancam diri, jabatan karier atau usaha
bisnis nya, di mana ia merasa tidak berdaya menghadapinya. Sebenarnya apa yang
dicemaskan itu belum tentu terjadi. Rasa cemas itu pada dasarnya adalah ketakutan
yang kita bangun sendiri yang kemudian melahirkan prilaku gelisah. Duduk tak
tenang, berdiri rasa mengambang, tidur seperti di awang-awang, makanan dan
minuman terasa hambar.
2. Penyebab
Cemas itu timbul akibat
adanya respons terhadap kondisi stres atau konflik. Rangsangan berupa konflik,
baik yang datang dari luar maupun dalam diri sendiri, itu akan menimbulkan
respons dari sistem saraf yang mengatur pelepasan hormon tertentu. Akibat pelepasan hormon tersebut, maka muncul
perangsangan pada organ-organ seperti lambung, jantung, pembuluh daerah maupun
alat-alat gerak. Karena bentuk respon yanmg demikian, penderita biasanya tidak
menyadari hal itu sebagai hubungan sebab akibat.
a.
Teori Biologis
Biokimia
Biokimia dan
neurofisiologis berpengaruh pada etiologi dari kelainan-kelainan ini telah
diselidiki; bagaimanapun, bukti empiris selanjutnya penting sebelum hubungan
definitif dapat ditentukan (Tawnsend, 1993)
Genetik
Penyelidikan
akhir-akhir ini mengindikasikan bahwa kelainan ansietas paling sering ditemukan
pada populasi umum. Hal ini telah memperlihatkan bahwa kelainan ini lebih umum
antara hubungan kekerabatan seseorang dengan kelainan secara biologis generasi
pertama dari populasi umum (DSM-III-R, 1987)
b.
Teori psikososial
Psikodinamik
Teori ini (Erikson,
1963) menganggap predisposisi untuk kelainan ansietas saat tugas-tugas yang
diberikan untuk tahap perkembangan awal belum terpecahkan. Dalam berespon
terhadap stres, prilaku dihubungkan dengan penampilan tahap dini ini, seperti
regresi pada seseorang atau terfiksasi pada tahap perkembangan awal.
Interpersonal
Sullivan (1953)
melengkapi respon ansietas untuk kesukaran dalam hubungan interpersonal yang
berasal dari hubungan awal Ibu-anak. Anak tidak menerima mutlak kebutuhanya
akan kasih sayang dan pemeliharaan.
Sosiokultural
Horney (1939)
menyatakan kelainan ansietas dipengaruhi oleh suatu kontra diksi yang banyak
terjadi dalam masyarakat yang mengkontribusi perasaan tidak aman atau
ketidakberdayaan.
Faktor predisposisi
Berbagai teori
yang dikembangkan untuk menjelaskan asal ansietas :
Dalam
pandangan psikoanalitik ansietas adalah konflik emosional yang terjadi
antara dua element kepribadian---id dan super ego. Id mewakili dororngan
insting dan impuls primitif seseorang, sedang super ego mencerminkan hati
nurani seseorang dan dikendalikan oleh noma-norma budaya seseorang
Menurut
pandangan interpersonal ansietas timbul dari perasaan takut terhadap
tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Ansietas juga berhubungan
dengan perkembangan trauma , seperti perpisahan dan kehilangan, yang
menimbulkan kelemahan yang spesifik
Menurut
pandangan perilaku ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala
sesuatau yang menggangu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Pakar perilaku lain menggangap ansietas sebagai suatu dorongan
untuk belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan.
Kajian
keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang biasa
ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan
antara gangguan ansietas dengan depresi.
Kajian
biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk
benzodiazepines. Reseptor ini mungkin membantu mengatur ansietas. Penghambatan
asam aminobutirik-gamma neroreulator (GABA) juga mungkin memainkan peran utama
dalam mekanisme biologis berhubungan dengan ansietas, sebagai mana halnya
dengan endorfin.
Faktor yang berhubungan
Terpapar racun
Konflik
yang tidak disadari mengenai nilai hidup/tujuan hidup
Berhubungan dengan herediter
Kebutuhan yang tidak terpenuhi
Transmisi inter personal
Krisis
situasional/maturasi
Ancaman
kematian
Ancaman
terhadap konsep diri
Stress
Substans abuse
Perubahan dalam status peran, status kesehatan, pola interaksi, fungsi peran,
lingkungan, status ekonomi
3.
Akibat
Pola nafas inefektif
Kerusakan komunikasi verbal
Resiko terhadap cedera
Perubahan nutrisi
Ketidak berdayaan
Ketakutan
Perubahan proses fakir
Isolasi sosial
Gangguan pola tidur
Gangguan harga diri
Respon pasca trauma
Kerusakan interaksi sosial
4.
Janis Ansietas
Ansietas ringan
Berhubungan dengan ketengangan
dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan
meningkatkan lahan persepsinya. Ansietas dapat memotivasi belajar dan
menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas
Ansietas sedang
Memungkinkan seseorang untuk
memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Sehingga
seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatau yang
lebih terarah.
Ansietas berat
Ansietas berat sangat mengurangi
lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatau
yang terinci spesifik dan tidak dapat berfikir tentang hal lain. Semua perilaku
ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak
pengarahan untuk dapat memusatkan pada satu area lain.
Tingkat panik dari Ansietas
Berhubungan dengan terperangah,
ketakutan dan teror. Rincian terpecah dari proporsinya. Karena mengalami
kehilangan kendali, orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu
walaupun dengan pengarahan. Karena panik melibatkan disorganisasi keperibadian.
Dengan panik terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunya lemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain,persepsi yang menyimpang, dan kehilangan
pemikiran yang rasional. Tingkat ansieta ini tidak sejalan dengan kehidupan,
dan jika berlangsung lama, dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian.
5. Tanda dan gejala
Perilaku:
Subyektif :
Klien mengatakan susah tidur
Klien menyatakankan resah
Klien mengatakan banyak pikiran
Obyektif :
Penurunan produktifitas
Kewaspadaan dan menatap
Kontak mata buruk
Gelisah
Pandangan sekilas
Pergerakan yang tidak bermakna (jalan menyeret, geraktangan dan kaki)
Ekspresi yang mendalam terhadap perubahan hidup
Afektif :
Subyektif :
Klien menyatakan rasa penyesalan
Klien mengatakan takut pada sesuatu
Klien bengatakan tidak mempu melakukan sesuatu
Obyektif :
Iritabel
Kesedihan yang mendalam
Ketakutan
Gugup
Mudah tersinggung
Nyeri hebat, persisten bertambah
Rasa tidak menentu
Kewaspadaan meningkat
Fokus pada diri sendiri
Perasaan tidak mampu
Distress
Khawatir
Cemas
Fisiologi:
Subyektif :
-
Obyektif :
Suara gemetar
Gemetar, tangan tremor
Goyah
Peningkatan respirasi (simpatis)
Keinginan berkemih (parasimpatis)
Ganguan tidur (parasimpatis)
Nyeri abdomen (parasimpatis)
Peningkatan nadi (simpatis)
Peningkatan reflek (simpatis)
Dilatasi pupil (simpatis)
Perasaan tingling pada ekstermitas (parasimpatis)
Peningkatan aktivitas kardiovaskuler (simpatis)
Peningkatan keringat
Wajah tegang
Anoreksia (simpatis)
Jantung berdetak kuat (simpatis)
Diare (parasimpatis)
Keraguan dalam berkemih (parasimpatis)
Kelelahan (parasimpatis)
Mulut kering (simpatis)
Kelemahan (simpatis)
Pulsasi menurun (parasimpatis)
Wajah memerah (simpatis)
Vasokonstriksi superfisial (simpatis)
Gugup (simpatis)
Penurunan tekanan darah (parasimpatis)
Mual (parasimpatis)
Sering berkemih (parasimpatis)
Pusing (parasimpatis)
Kesulitan bernafas (simpatis)
Peningkatan tekanan darah (simpatis)
Kognitif:
Subyektif :
Klien menyatakan bingung
Klien sering mengatak lupa
Klien sering menanyakan pertanyaan yang sama
Obyektif :
Bloking
Keasikan
Merenung
Kerusakan perhatian
Penurunan lapang persepsi
Ketakutan terhadap hal yang tidak jelas
Kecenderungan untuk menyalahkan orang lain
Sulit berkonsentrasi
Penurunan kemampuan belajar, menyelasaikan masalah
Gejala kewaspadaan fisiologis
6.
Masalah keperawatan menurut Stuart and Sunden (1998)
a.
Anxietas
b.
Isolasi sosial : menarik diri
c.
Koping individu tidak efektif
d.
Tidak efektifnya koping keluarga
e. Harga diri rendah : Gangguan konsep
diri.
f.
Perilaku kekerasan
g.
Tidak efektifnya pelaksanaana regimen terapeutik
7.
Pohon masalah
8.
Diagnosa keperawatan
a.
Anxietas berhubungan dengan Koping individu tidak efektif
b. Anxietas
berhubungan dengan Tidak efektifnya koping keluarga
c.
Resiko gangguan pesepsi sensorik dan audiotori : Halusinasi berhubungan dengan
Ansietas
d. Resiko gangguan
isi fikir : Waham berhubungan dengan Anxietas
9.
Rencana keperawatan
Diagnosa
|
Perencanaan
|
Intervensi
|
Keperawatan
|
Tujuan (Umum dan
Khusus)
|
|
Berhubungan dengan ansietas
sedang
|
TUM :
TUK 1
Klien dapat menjalin dan
membina hubungan saling percaya
|
1.
jadilah pendengar yang hangat dan responsif
2.
beri waktu yang cukup pada klien untuk berespon
3.
beri dukungan pada klien untuk mengekspresikan perasaannya
4.
identifikasi pola prilaku klien atau pendekatan yang dapat menimbulkan
perasaan negatif
5.
bersama klien mengenali perilaku dan respon sehingga cepat belajar dan
berkembang
|
TUK 2
Klien dapat mengenal ansietasnya
|
1.
bantu klien untuk mengidentifikasi dan menguraikan perasaannya
2.
hubungkan perilaku dan perasaannya
3.
validasi kesimpulan dan asumsi terhadap klien
4.
gunakan pertanyaan terbuka untuk mengalihkan dari topik yang mengancam ke hal
yang berkaitan dengan konflik
5.
gunakan konsultasi
|
|
TUK 3
Klien dapat memperluas
kesadarannya terhadap perkembangan ansietas
|
1.
bantu klien mernjelaskan situasi dan interaksi yang dapat segera menimbulkan
ansietas
2.
bersama klien meninjau kembali penilaian klien terhadap stressor yang
dirasakan mengancam dan menimbulkan konflik
3.
kaitkan pengalaman yang baru terjadi dengan pengalaman masa lalu yang relevan
|
|
TUK 4
Klien dapat menggunakan
mekanisme koping yang adaptif
|
1.
gali cara klien mengurangi ansietas di masa lalu
2.
tunjukkan akibat mal adaptif dan destruktif dari respons koping yang
digunakan
3.
dorong klien untuk menggunakan respons koping adaptif yang dimilikinya
4.
bantu klien untuk menyusun kembali tujuan hidup, memodifikasi tujuan,
menggunakan sumber dan menggunakan koping yang baru
5.
latih klien dengan menggunakan ansietas sedang
6.
beri aktivitas fisik untuk menyalurkan energinya
7.
libatkan pihak yang berkepentingan sebagai sumber dan dukungan sosial dalam
membantu klien menggunakan koping adaptif yang baru
|
|
TUK 5
Klien dapat menggunakan teknik
relaksasi
|
|
C. DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J., !998. Buku Saku
Diagnosis Keperawatan. Edisi 6. Alih Bahasa : Yasmin Asih. Editor Monica Aster,
Jakarta : EGC.
Keliat, Budi Anna. 1998. Proses
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Editor Yasmin Asih, Jakarta : EGC
------------------,2000. Proses
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Editor Yasmin Asih, Jakarta : EGC.
Townsend, M. C., 1998. Buku Saku
Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri. Edisi 3. Alih Bahas Novi
Helena. Rditor Monica Ester, Jakarta : EGC.
Rasmun, 2001, Kepwrawatan
Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga. Edisi Pertama,
Jakarta : CV, Sagung Seto.
Struart, G.W., S undeen, S.J., 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3,
Jakarta
Askep pada Klien Hospitalisasi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hospitalisasi merupakan perawatan yang dilakukan
dirumah sakit dan dapat menimbulkan trauma dan stress pada klien yang baru
mengalami rawat inap dirumah sakit. Hospitalisasi dapat diartikan juga sebagai
suatu keadaan yang memaksa seseorang harus menjalani rawat inap di rumah sakit
untuk menjalani pengobatan maupun terapi yang dikarenakan klien tersebut
mengalami sakit. Pengalaman hospitalisasi dapat mengganggu psikologi seseorang
terlebih bila seseorang tersebut tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan
barunya di rumah sakit. Pengalaman hospitalisasi yang dialami klien selama
rawat inap tersebut tidak hanya mengganggu psikologi klien, tetapi juga akan
sangat berpengaruh pada psikososial klien dalam berinteraksi terutama pada
pihak rumah sakit termasuk pada perawat.
Masalah yang dapat ditimbulkan dari hospitalisasi
biasanya berupa cemas, rasa kehilangan, dan takut akan tindakan yang dilakukan
oleh pihak rumah sakit, jika masalah tersebut tidak diatasi maka akan
mempengaruhi perkembangan psikososial, terutama pada anak-anak. Masalah
tersebut akan berpengaruh pada pelayanan keperawatan yang akan diberikan,
karena yang mengalami masalah psikososial akibar hospitalisasi cenderung tidak
dapat beradaptasi dengan lingkungan di rumah sakit. Hal ini tentu saja akan
menyebabkan terganggunya interaksi baik dari perawat maupun tim medis lain di
rumas sakit.
Untuk mencegah supaya masalah hospitalisasi teratasi
maka peran perawat adalah tetap memberikan dukungan (support) dan dorongan kepada klien yang
efektif agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan tetap menjaga
kepercayaan klien agar klien tidak merasa takut akan tindakan yang akan
dilakukan oleh perawat. Selain itu perawat juga berperan sebagai promotif yang memberikan pandangan pada keluarga agar
selalu setia mendampingi dan memberi perhatian lebih pada klien yang sedang
menjalani perawatan di rumah sakit. Hal ini menjadi salah satu pendukung karena
kehadiran orang terdekat dapat mengurangi rasa cemas maupun jenuh selama klien
mengalami perawatan.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan
Umum
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah agar
mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan pada klien yang mengalami hospitalisasi
2. Tujuan
Khusus
a.
Menjelaskan konsep dasar hospitalisasi
b.
Mengidentifikasi asuhan keperawatan pada klien hospitalisasi secara teoritis
C.
Ruang lingkup penulisan
Ruang lingkup dari penulisan makalah ini, yaitu asuhan
keperawatan pada klien dengan hospitalisasi yang mencakup konsep dasar dan
asuhan keperawatan hospitalisasi secara teoritis
D.
Metode Penulisan
Metode penulisan pada makalah ini dengan metode
deskriptif dan melalui pengumpulan literatur dari berbagai sumber. Dalam
penyampaian ini kami menggunakan metode presentasi supaya audient dapat dengan
mudah mencerna materi ini
E.
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan
pada makalah ini yaitu :
Bab I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang,
tujuan, metode penulisan, dan sistematika Penulisan.
Bab II : Tinjauan
Teoritis tentang konsep dasar hospitalisasi, dan asuhan keperawatan pada klien dengan hospitalisasi
secara teoritis .
BAB III : Penutup terdiri dari Kesimpulan dan Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Hospitalisasi
1. Pengertian
Hospitalisasi
merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat,
mengharuskan klien untuk tinggal dirumah sakit, menjalani terapi dan perawatan
sampai pemulangannya kembali kerumah. Selama proses tersebut anak dan orang tua
dapat mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa penelitian ditunjukkan
dengan pengalaman yang sangat traumatic dan penuh dengan stress, ( Supartini,
2004 hal : 188 ).
Hospitalisasi
merupakan pengalaman yang penuh tekanan, utamanya karena perpisahan dengan
lingkungan normal dimana orang lain berarti, seleksi perilaku koping terbatas,
dan perubahan status kesehatan ( Potter & Perry, 2005, hal : 665 )
Berbagai
perasaan yang sering muncul pada anak, yaitu : cemas, marah, sedih, takut, dan
rasa bersalah ( Wong, 2000, dalam Supartini, 2004, hal : 188 ). Perasaan tersebut dapat timbul karena
menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak
aman dan tidak nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang biasa dialaminya dan
sesuatu yang dirasakan menyakitkan. Tidak hanya anak, orang tua juga mengalami
hal yang sama. (Supartini, 2004 hal : 188 ).
Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa orang tua mengalami kecemasan yang tinggi saat
perawatan anaknya dirumah sakit walaupun beberapa orang tua juga dilaporkan
tidak mengalami karena perawatan anak dirasakan dapat mengatasi permasalahannya
(Hallstrom dan Ellander, 1997. Brewis,
E. 1995, dalam Supartini 2004: 188 ).
Apabila anak
stress selama dalam perawatan, orang tua menjadi stress pula, dan stress orang
tua akan membuat tingkat stress anak semakin meningkat ( Supartini, 2004 hal :
188 ).
Anak adalah
bagian dari kehidupan orang tuanya sehingga apabila ada pengalaman yang
mengganggu kehidupannya maka orang tua pun merasa sangat stress ( Brewis ,1995,
dalam Supartini hal : 188 ).
Proses
hospitalisasi dapat menimbulkan trauma atau dukungan, bergantung pada institusi,
sikap keluarga dan teman, respon staf, dan jenis penerimaan masuk rumah sakit.
( Stuart, 2007, hal :102 )
Jadi, dapat
disimpulkan bahwa hospitalisasi ini merupakan perawatan yang dilakukan selama
dirumah sakit dimana terdapat rasa penekanan akan sesuatu yang baru dan belum
bisa menerima keadaan dan hospitalisasi juga dapat menimbulkan rasa tidak
nyaman serta stress yang bisa dialami oleh klien maupun keluarga.
2. Macam – macam
hospitalisasi
Macam-macam hospitalisasi
adalah menurut Lyndon (1995, dikutip oleh Supartini 2004, hal 189),, Sebagai
berikut :
a.
Hospitalisasi Informal
Perawatan dan pemulangan dapat diminta secara lisan,
dan pasien dapat meninggalkan tempat pada tiap waktu, bahkan jika menentang
dengan nasehat medis. Sebagian besar pasien medis dan bedah dirawat secara
informal.
b.
Hospitalisasi Volunter
Hospitalisasi volunter memerlukan permintaan tertulis
untuk perawatan dan untuk pemulangan. Setelah pasien meminta pulang, dokter
dapat mengubah hospitalisasi volunter menjadi hospitalisasi involuter.
c.
Hospitalisasi Involunter
Hospitalisasi Involunter adalah sangat membatasi
otonomi dan hak pasien. Keadaan ini tidak memerlukan persetujuan pasien dan seringkali digunakan
untuk pasien yang berbahaya bagi dirinya sendiri dan orag lain. Hospitalisasi
Involunter memerlukan pengesahan (sertifikasi) oleh sekurang-kurangya dua
dokter; pengesahan dapat berlaku sampai 60 hari dan dapat diperbaharui. Keadaan
ini mungkin diminta oleh pegadilan sebagai jawaban atas permohonan dari rumah
sakit atau anggota keluarga.
d.
Hospitalisasi Gawat Darurat
Hospitalisasi Gawat Darurat (sementara atau
persetujuan satu orang dokter) adalah bentuk yang mirip dengan komitmen
involunter yang memrluka pengesahan atau
sertifikasi hanya oleh satu orang dokter; pengesahan berlaku selama 15 hari.
Pasien harus diperiksa oleh dokter kedua dalam 48 jam untuk menegakkan perluya
perawatan gawat darurat. Setelah 15 hari, pasien harus dipulangkan, diubah
menjadi status involunter, atau diubah menjadi status volunter.
3. Rentang Respon
hospitalisasi
Menurut Supartini ( 2004, hal
: 189 ), berbagai macam perilaku yang dapat ditunjukkan klien dan keluarga
sebagai respon terhadap perawatannya dirumah sakit, sebagai berikut :
a.
Reaksi anak terhadap hospitalisasi
Setelah dikemukan diatas, anak akan menunjukkan
berbagai perilaku sebagai reaksi terhadap pengalaman hospitalisasi. Reaksi
tersebut bersifat individual, dan sangat bergantung pada tahapan usia
perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, system pendukung yang
tersedia, dan kemampuan koping yang dimilkinya, pada umumnya, reaksi anak
terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh,
dan rasa nyeri. Berikut ini reaksi anak terhadap hospitalisai sesuai dengan
tahapan perkambangannya .
1)
Masa bayi ( 0 – 1 tahun )
Masalah utama terjadi adalah
karena dampak dari perpisahan dengan orang tua sehingga ada gangguan pembentukkan
rasa percaya dan kasih sayang. Pada anak usia lebih dari 6 bulan terjadi stranger anxiety atau cemas atau
cemas apabila berhadapan dengan orang yang tidak dikenalnya dan cemas karena
perpisahan. Reaksi yang sering muncul pada anak ini adalah menangis, marah, dan
banyak melakukan gerakan sebagai sikap stranger anxiety.
2)
Masa todler ( 2-3 tahun )
Anak usia todler bereaksi terhadap hospitalisasi
sesuai dengan sumber stresnya. Sumber stress yang utama adalah cemas akibat
perpisahan. Respon perilakunya sesuai dengan tahapannya :
a)
Tahap protes, perilaku yang ditunjukkan adalah menangis kuat, menjerit
memanggil orang tuanya dan menolak perhatian yang diberikan oleh orang lain.
b)
Tahap putus asa, perilaku yang ditunjukan adalah menagis berkurang, anak tidak
aktif, kurang menunjukan minat untuk bermain dan makan, sedih, dan apatis
c)
Tahap pengingkaran, perilaku yang ditunjukan adalah secara samar mulai menerima
perpisahan, membina hubungan secara dangkal, dan anak mulai terlihat menyukai
lingkungannya.
3)
Masa prasekolah ( 3-6 tahun )
Perawatan anak dirumah sakit memaksa anak untuk
berpisah dari lingkungan yang dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan
menyenangkan, yaitu lingkungan rumah, permainan, dan teman sepermainannya.
Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukan anak usia prasekolah adalah dengan
menolak makan, sering bertanya, menangis walaupun secara perlahan, dan tidak
kooperatif terhadap tenaga kesehatan, perawatan dirumah sakit mengakibatkan
anak kehilangan control terhadap dirinya
4)
Masa sekolah (6-12 tahun )
Perawatan dirumah sakit memaksa anak untuk berpisah
dengan lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama pada kelompok
sosialnya yang dapat menimbulkan kecemasan. Kehilangan control juga terjadi
akibat dirawat dirumah sakit karena adanya pembatasan aktivitas. Kehilangan
control tersebut berdampak pada perubahan peran dalam keluarga, anak kehilangan
kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan kegiatan bermain atau pergaulan
social, perasaan takut mati, dan adanya kelemahan fisik.
5)
Masa remaja (12 – 18 tahun )
Perawatan dirumah sakit menyebabkan timbulnya rasa
cemas karena harus berpisah dengan teman sebayanya. Telah diuraikan pada
kegiatan belajar sebelumnya bahwa anak remaja begitu percaya dan sering kali
terpengaruh oleh kelompok sebayanya (geng). Apabila harus dirawat dirumah sakit
anak akan merasa kehilangan dan timbul perasaan cemas karena perpisahan
tersebut. Pembatasan aktivitas dirumah sakit membuat anak kehilangan control terhadap
dirinya dan bergantung pada keluarga atau petugas kesehatan dirumah sakit.
Reaksi yang sering muncul pada terhadap pembatasan aktivitas ini adalah menolak
perawatan atau tindakan yang dilakukan padanya atau anak tidak mau kooperatif
dengan petugas kesehatan atau menarik diri dari keluarga, sesama pasien dan
petugas kesehatan ( isolasi ).
b.
Reaksi keluarga terhadap hospitalisasi
Reaksi yang terjadi akibat pasien yang dirumah sakit
adalah sebagai berikut :
1)
Perasaan cemas dan takut
a)
Rasa cemas paling tinggi dirasakan keluarga pada saat menunggu informasi
tentang diagnosis penyakit pasien (Supartini, 2000 dikutip oleh Supartini 2004
hal. 193)
b)
Rasa takut muncul pada keluarga terutama akibat takut kehilangan pasien pada
kondisi sakit yang terminal (Brewis, 1995 dikutip oleh Supartini 2004 hal.
193).
c)
Perilaku yang sering ditunjukan keluarga berkaitan dengan adanya perasaan cemas
dan takut ini adalah : sering bertanya atau bertanya tentang hal sama
berulang-ulang pada orang yang berbeda, gelisah, ekspresi wajah tegang dan
bahkan marah (Supartini, 2000 dikutip oleh Supartini 2004 hal. 193)
2)
Perasaan sedih
Perasaan sedih yang dialami
keluarga menurut Supartini (2000, dikutip oleh Supartini, 2004 hal.193), adalah
sebagai berikut :
a)
Perasaan ini muncul terutama pada saat pasien dalam kondisi terminal dan
keluarga mengetahui bahwa tidak ada lagi harapan bagi pasien untuk sembuh.
b)
Pada kondisi ini keluarga menunjukkan perilaku isolasi atau tidak mau didekati
orang lain, bahkan bisa tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan.
3)
Perasaan frustrasi
Perasaan frustasi yang
dirasakan menurut Supartini (2004, hal. 193-194), adalah sebagai berikut :
a)
Pada kondisi pasien yang telah dirawat cukup lama dan dirasakan tidak mengalami
perubahan serta tidak adekuatnya dukungan psikologis yang diterima keluarga,
baik dari keluarga maupun kerabat lainnya maka keluarga akan merasa putus asa,
bahkan frustrasi.
b)
Sering kali keluarga menunjukkan perilaku tidak kooperatif, putus asa, menolak
tindakan, bahkan menginginkan pulang paksa. (Supartini, 2004).
4. Manfaat hospitalisasi
Menurut Supartini (2004, hal :
198) manfaat hospitalisasi, sebagai berikut :
a.
Membantu perkembangan keluarga dan pasien dengan cara memberi kesempatan keluarga mempelajari reaksi pasien terhadap stresor yang dihadapi selama perawatan di Rumah sakit
b.
Hospitalisasi dapat dijadikan media untuk belajar. Untuk itu perawatan dapat memberi kesempatan pada keluarga untuk belajar tentang penyakit, prosedur,
penyembuhan,
terapi, dan perawatan pasien.
c.
Untuk meningkatkan kemampuan kontrol diri dapat dilakukan dengan memberi kesempatan pada pasien mengambil keputusan, tidak terlalu bergantung pada orang lain dan percaya diri. Berikan juga penguatan yang positif dengan selalu
memberikan pujian atas kemampuan klien dan keluarga dan dorong terus untuk
meningkatkannya
d.
Fasilitasi klien untuk tetap menjaga sosialisasinya dengan sesame klien yang
ada, teman sebaya atau teman sekolah. Berikan kesempatan padanya untuk saling kenal dan membagi
pengalamannya. Demikian juga interaksi dengan petugas kesehatan dan keluarga
harus difasilitasi oleh perawat karena selama dirumah sakit klien dan keluarga
mempunyai kelompok yang baru
5. Dampak Hospitalisasi
Menurut Asmadi (2008, hal :
36) secara umum hospitaisasi menimbulkan dampak pada lima aspek,yaitu
privasi,gaya hidup,otonomi diri,peran,dan ekonomi.
a.
Privasi
Privasi dapat diartika sebagai refleksi perasaan
nyaman pada diri seseorang dan bersifat pribadi. Bisa dikatakan,privasi adalah
suatu hal yang sifatnya pribadi. Sewaktu dirawat di rumah sakit klien
kehilangan sebagian privasinya.
b.
Gaya Hidup
Klien yang dirawat di rumah sakit seringkali mengalami
perubahan pola gaya hidup. Hal ini disebabkan oleh perubahan situasi antara
rumah sakit dan rumah tempat tinggal klien. Juga oleh perubahan kondisi
kesehatan klien. Aktifitas hidup yang klien jalani sewaktu sehat tentu berbeda
aktifitas yang dijalaninya di rumah sakit. Apalagi jika yang dirawat adalah
seorang pejabat.
c.
Otonomi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,individu yang
sakit dan dirawat di rumah sakit berada dalam posisi ketergantungan. Artinya ia
akan “pasrah” terhadap tindakan apa pun,yang dilakukan oleh petugas kesehatan
demi mencapai keadaan sehat. Ini menunjukkan bahwa klien yang dirawat di rumah
sakit,akan mengalami peruahan otonomi.
d.
Peran
Peran dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku
yang diharapkan oleh individu sesuai dengan status sosialnya. Jika ia seorang
perawat,peran yang diharapkannya adalah peran sebagai perawat,bukan sebagai
dokter. Perubahan terjadi akibat hospitalisasi ini tidak hanya berpengaruh pada
individu,tetapi juga pada keluarga. Perubahan yang terjadi antara lain :
1)
Perubahan peran
Jika salah seorang anggota keluarga sakit,akan terjadi
perubahan peran dalam keluarga.
2)
Maslah keuangan
Keuangan keluarga akan terpengaruh oleh
hospitalisasi,keuangan yang sedianya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup
keluarga akhirnya digunakan untuk keperluan klien yang dirawat.
3)
Kesepian
Suasana rumah akan berubah jika ada salah seorang
anggota keluarga dirawat. Keseharian keluarga yang biasanya dihiasi dengan
keceriaan,kegembiraan,dan senda gurau,anggotanya tiba-tiba diliputi oleh
kesedihan.
4)
Perubahan kebiasaan sosial
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat.
Karenanya, keluarga pun mempunyai kebiasaan dalam lingkup sosialnya. Sewaktu
sehat, keluarga mampu berperan serta dalam kegiatan sosial. Akan tetapi, saat
salah seorang anggota keluarga sakit, keterlibatan keluarga dalam aktivitas
sosial dimasyarakat pun mengalami perubahan.
6. Mengatasi dampak
hospitalisasi
Menurut Supartini (2004, hal.
196), cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi dampak hospitalisasi adalah
sebagai berikut :
a.
Upaya meminimalkan stresor :
Upaya meminimalkan stresor dapat dilakukan dengan cara
mencegah atau mengurangi dampak perpisahan, mencegah perasaan kehilangan
kontrol dan mengurangi/ meminimalkan rasa takut terhadap pelukaan tubuh dan
rasa nyeri
b.
Untuk mencegah/meminimalkan dampak
perpisahan dapat dilakukan dengan cara :
1)
Melibatkan keluarga berperan aktif dalam merawat pasien dengan cara membolehkan
mereka tinggal bersama pasien selama 24 jam (rooming in).
2)
Jika tidak mungkin untuk rooming in, beri kesempatan keluarga untuk
melihat pasien setiap saat dengan maksud mempertahankan kontak antar mereka.
3)
Modifikasi ruangan perawatan dengan cara membuat situasi ruangan rawat
perawatan seperti di rumah dengan cara membuat dekorasi ruangan.
B. Asuhan
Keperawatan Teoritis Klien Dengan Hospitalisasi
1. Pengkajian
a.
Pada pengkajian biodata atau identitas klien dapat kita kaji meliputi: Nama,
Umur, Jenis kelamin (L/P), Nomor CM, Ruang rawat, Tanggal masuk MRS.
b.
Penanggung Jawab klien meliputi: Orag
tua, Wali, atau,Orang lain
c.
Faktor predisposisi
1)
Tanyakan riwayat penyakit masa lalu klien yang pernah diderita dan trauma yang
pernah dialami seperti aniaya fisik, aniaya sexual, penolakan, kekerasan dalam
keluarga, tindakan kriminal, dan lain-lain, sehingga menyebabkan dia harus
masuk rumah sakit atau hospitalisasi dan juga tanyakan pengobatan seperti apa
yang pernah dilakukan klien.
2)
Kemudian tanyakan pada klien apakah
didalam anggota keluarganya ada yang
mengalami gangguan jiwa.
3)
Kaji juga pengalaman yang tidak menyenangkan yang pernah dialami oleh klien.
d.
Pemeriksaan fisik
1)
Tanda Vital meliputi: tekanan darah, nadi, suhu, dan respirasi.
2)
Ukur berat badan dan tinggi badan.
3)
Perkembangan
Bertujuan untuk mengidentifikasikan tingkat
perkembangan saat ini dan keterampilan yang dicapai
e.
Observasi respon terhadap hospitalisasi
Bertujuan untuk mengidentifikasikan perilaku koping
saat ini dan intesitas mereka.
f.
Riwayat penyakit, hospitalisasi dan perpisahan sebelumnya.
Bertujuan untuk mengidentifikasikan pola koping
sebelumnya dan pengaruh koping tersebut.
g.
Riwayat pengobatan
Bertujuan untuk mengidentifikasikan keseriusan masalah
dan pengaruhnya pada perkembangan kemampuan.
h.
Persepsi tentang penyakit.
Bertujuan untuk mengidentifikasikan pemahaman pasien
saat ini tentang penyakit dan alasan hospitalisasi.
i.
Sistem pendukung yang tersedia
Bertujuan untuk mengidentifikasikan tersedianya dan
kesediaan keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan dan pemberian dukungan.
j.
Koping keluarga
Bertujuan untuk menggambarkan kemampuan keluarga
apakah memperlihatkan perilaku distruktif yang jelas atau terselubung atau juga
menunjukkan adaptasi merusak terhadap stressor.
k.
Ketakutan, kecemasan dan kesedihan keluarga
Bertujuan untuk mengidentifikasikan apakah keluarga
mengalami suatu perasaan gangguan fisiologis ataupun emosional yang berhubungan
dengan suatu sumber yang dapat diidentifikasi yang dirasakan membahayakan
pasien saat dirawat dihospitalisasi.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat diangkat
berdasarkan Perry & Potter (2002, hal. 670), adalah sebagai berikut :
a.
Ketakutan berhubungan dengan lingkungan rumah sakit yang menakutkan dan perpisahan
dengan keluarga.
b.
Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan sistem pendukung yang tidak
adekuat
Sedangkan diganosa keperawatan yang dapat diangkat
menurut Lynda Juall Carpenito (1998, hal. 9-14 & hal. 112-114), adalah
sebagai berikut :
a.
Ansietas berhubungan dengan kehilangan orang terdekat aktual atau yang
dirasakan sekunder terhadap; perpisahan sementara.
b.
Kurang aktivitas berhubungan dengan perawatan dirumah sakit dalam waktu lama.
3. Rencana Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan berdasarkan
diagnosa Perry & Potter (2002, hal. 670), adalah sebagai berikut :
a.
Ketakutan berhubungan dengan lingkungan rumah sakit yang menakutkan dan
perpisahan dengan keluarga.
1)
Tujuan :
Pasien akan mengatasi secara efektif rasa takut yang
dihubungkan dengan hospitalisasi.
2)
Kriteria Hasil :
a)
Salah satu dari keluarga tetap tinggal bersama pasien
b)
Keluarga ikut berpartisipasi dalam pemberian makan, kebersihan dan kegiatan
pasien sehari-hari.
3)
Intervensi & Rasional :
a)
Beri dorongan kepada keluarga untuk menetap kedalam ruangan dengan pasien atau
meminta anggota keluarga lain untuk bersama pasien.
Rasional : Keluarga dapat memberikan rasa aman dan
mencegah dari perkembangan dari ketidakpercayaan.
b)
Tanyakan kepada keluarga bagaimana mereka berharap untuk berpartisipasi dalam
perawatan pasien
Rasional : Untuk mengurangi kecemasan dan ketakutan
keluarga maupun pasien
c)
Orientasikan keluarga pada divisi, suplai dan lingkungan keperawatan
Rasional : Lingkungan yang asing akan mengancam
kepercayaan keluarga dan menimbulkan kelemahan terhadap layanan keperawatan
yang diberikan.
b.
Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan sistem pendukung yang tidak
adekuat.
1)
Tujuan dan Kriteria Hasil :
a)
Mengidentifikasikan respons-respons yang membahayakan atau mengabaikan
b)
Mengungkapkan kebutuhan akan bantuan dalam mengatasi situasi
c)
Menghubungi sumber-sumber komunitas yang tersedia.
2)
Intervensi & Rasional :
a)
Terima perilaku agresif
Rasional : Perilaku awal yang nyaman memberikan rasa
aman
b)
Jelaskan kepada keluarga bahwa perilaku ini normal
Rasional : Penjelasan akan membuat keluarga tahu bahwa
ini adalah perilaku koping
c)
Berikan kesempatan kepada pasien untuk keluar menghilangkan rasa takut dan
perasaannya.
Rasional : Media ini merupakan cara pasien untuk
mengekspresikan perasaan dari dalam.
Sedangkan rencana asuhan
keperawatan berdasarkan diagnosa Lynda Juall Carpenito (1998, hal. 9-14 &
hal.112 -114), adalah sebagai berikut :
a.
Ansietas berhubungan dengan kehilangan orang terdekat aktual atau yang
dirasakan sekunder terhadap; perpisahan sementara.
1)
Tujuan dan Kriteria Hasil
a)
Menggambarkan ansietas dan pola kopingnya
b)
Menghubungkan peningkatan psikologi dan kenyamanan fisiologis
c)
Menggunakan mekanisme koping yang efektif dalam menangani ansietas, seperti
yang ditunjukkan.
2)
Intervensi dan Rasional
a)
Kaji ansietas : ringan, sedang, berat, panik
b)
Memberikan kenyamanan dan ketentraman hati
c)
Singkirkan stimulasi yang berlebihan, batasi kontak dengan orang lain atau
keluarga yang juga mengalami cemas
d)
Bantu klien yang sedang marah: identifikasi adanya marah.
e)
Bila berkenan, berikan aktivitas yang dapat mengurangi ketegangan.
b.
Kurang aktivitas berhubungan dengan perawatan dirumah sakit dalam waktu lama.
1)
Tujuan dan Kriteria Hasil
a)
Menceritakan perasaan bosan dan mendiskusikan metode tentang cara menemukan
aktivitas yang dapat menghibur
b)
Menceritakan metode koping dengan perasaan marah atau defresi yang disebabkan
oleh kebosanan
c)
Melaporkan adanya suatu peningkatan dalam aktivitas yang menyenangkan
2)
Intervensi dan Rasional
a)
Rangsang motivasi dengan memperlihatkan minat dan mendorong untuk dapat saling
berbagi perasaan-perasaan dan pengalaman-pengalaman
b)
Bantu individu untuk mengatasi perasaan-perasaan marah dan berduka
c)
Libatkan individu dalam merencanakan rutinitas sehari-hari
d)
Rencanakan waktu untuk para pengunjung.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Hospitaliasi merupakan hal
yang tidak menyenangkan bagi pasien dan keluarga karena disana mereka akan
berpisah dan perpisahan tersebut dapat menyebabkan adanya kekhawatiran,
kecemasan dan ketakutan dari kedua belah pihak baik itu keluarga maupun pasien
itu sendiri. Harus diingat juga bahwa apabila pasien stress selama dalam
perawatan, keluarga menjadi stress pula, dan stress keluarga akan membuat
tingkat stress pasien semakin meningkat karena pasien adalah bagian dari
kehidupan keluarga nya sehingga apabila ada pengalaman yang mengganggu
kehidupannya, keluarga pun merasa sangat stress. Dengan demikian, perawatan
tidak hanya berfokus pada pasien, tetapi juga pada keluarga.
Apabila perawat sudah memahami
dampak dan akibat dari hospitalisasi maka hendaknya kita sudah mengantisipasi
dengan cara memberikan koping yang positif kepada pasien dan keluarga agar
tidak terjadi hal-hal seperti diatas. Dan tidak hanya itu, apabila sudah
mengalami tanda-tanda diatas maka yang seharusnya dilakukan adalah dengan
mengatasi stress, ansietas, ketakutan dan bahkan kesedihan yang dialami pasien
dan keluarga.
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas,
maka penyusun mengambil saran dalam rangka meningkatkan pelayanan asuhan
keperawatan. Saran-saran adalah sebagai berikut :
1.
Untuk Keluarga
Apabila sudah
mengetahui dan memahami akibat yang akan dilakukan oleh pasien akibat
hospitalisasi, maka sebagai orang terdekat dengan pasien harus memberikan support dan dorongan yang efektif kepada
pasien agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
2.
Untuk Perawat
Bagi seorang
perawat sebaiknya harus memahami dan mengerti baik secara teoritis maupun
praktek tentang hospitalisasi agar dapat menerapkan dan memberikan pelayanan
yang efektif kepada pasien dan keluarga yang mungkin mengalami stress, cemas,
takut, sedih dan bahkan marah
3.
Untuk Rumah Sakit
Bagi rumah sakit hendaknya mendekorasi ruangan rumah
sakit dengan seindah mungkin agar pasien tidak merasa takut dan gelisah berada
dirumah sakit serta agar pasien merasa nyaman berada dirumah sakit sehingga hal
yang tidak diinginkan tidak terjadi..
DAFTAR
PUSTAKA
Asmadi, 2008. Konsep
Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC
Carpenito, Lynda
Juall. (1997). Buku Saku Diagnosa
Keperawatan Edisi 6. Jakarta: EGC
Perry &
Potter.(2002). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan Edisi 4. Jakarta: EGC
Stuart, Gail W. 2007.
Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta : EGC.
Supartini, Yupi.
(2004). Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
EGC
0 comments: